Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Penyelesaian Bumiputera, Menilik Opsi Penyehatan Asuransi Mutual

Badan Keuangan Fiskal mengemukakan asuransi mutual memiliki beberapa opsi untuk memperbaiki tingkat solvabilitasnya. Namun, beberapa opsi tersebut tidak mudah diaplikasikan pada permasalahan yang melanda Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera 1912.
Karyawan melayani nasabah di kantor cabang PT Asuransi Jiwa Bumiputera, di Jakarta, Selasa (7/11/2017)./JIBI-Endang Muchtar
Karyawan melayani nasabah di kantor cabang PT Asuransi Jiwa Bumiputera, di Jakarta, Selasa (7/11/2017)./JIBI-Endang Muchtar

Perusahaan asuransi yang berbentuk mutual seperti AJBB bukanlah hal baru di industri asuransi. BKF menuliskan bahwa asuransi mutual memiliki peran yang dapat diapresiasi dalam pasar asuransi internasional.

Merujuk data International Cooperative and Mutual Insurance Federation (ICMIF) diketahui bahwa asuransi mutual pada 2017 secara keseluruhan mengambil pangsa pasar asuransi global sebesar 26,7 persen dan menjalankan kegiatan usaha di bidang asuransi umum (31,6 persen) dan asuransi jiwa (22,5 persen). Di negara maju, porsi pasar asuransi mutual jauh lebih besar (32,8 persen) atau hampir sepuluh kali lipat dibandingkan negara berkembang (3,1 persen).

Salah satu usaha asuransi mutual di negara lain yang terbilang sukses adalah Jepang yang berhasil mencatatkan nilai aset sebesar 65,7 miliar Yen (setara hampir Rp9.000 triliun) pada 2019. Secara garis besar, asuransi berbentuk mutual di Jepang dapat berkembang karena mampu memanfaatkan peluang yang ada di masyarakat. Strategi tersebut dapat dilihat dari dua sisi. Dari sisi supply, perusahaan fokus pada produk yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Sedangkan di sisi demand, industri asuransi terus berupaya dalam meningkatkan minat dan kepercayaan masyarakat untuk berasuransi.

Lebih lanjut asuransi mutual di Jepang juga berfokus pada jenis produk tradisional dan sederhana. Kondisi ini berbeda dengan asuransi mutual di Indonesia yang menawarkan dan bahkan didominasi oleh produk kompleks, seperti PAYDI atau unit link.

BKF menilai ketidakmampuan perusahaan dalam memenuhi tingkat pengembalian yang dijanjikan untuk produksi asuransi kompleks tersebut bisa jadi menjadi salah satu permasalahan utama dalam bisnis AJBB. Hal ini juga patut dipertimbangkan untuk industri asuransi jiwa secara umum, seperti diketahui bahwa pendapatan premi asuransi jiwa di Indonesia saat ini didominasi dari premi yang berasal dari PAYDI. Jika tidak memiliki kapasitas, sumber daya, dan praktik manajemen risiko yang memadai, perusahaan asuransi jiwa sebaiknya lebih fokus pada penyediaan jasa proteksi daripada memperluas usahanya ke dalam lini usaha yang berisiko.

Dari aspek regulasi dan kebijakan, arah pengaturan pengawas sektor keuangan di Jepang mirip dengan pengaturan dalam Undang-Undang Perasuransian, yaitu melakukan moratorium untuk izin baru perusahaan asuransi berbentuk mutual. Insurance Business Law Jepang sejak amandemen pada 2005 meninggalkan konsep asuransi mutual. Walaupun begitu, pelaku usaha tetap berusaha bertahan dengan berlindung pada regulasi sektoral serta tunduk pada pengawasan dari otoritas yang berbeda-beda. Argumentasi yang mendasari hal tersebut utamanya terkait sulitnya akses permodalan manakala perusahaan membutuhkan pendanaan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper