Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kartu ATM Vs QRIS, Perkembangan Bisnis Berbeda Arah

Bank Indonesia (BI) mencatat transaksi via kartu ATM jeblok pada paruh pertama 2024. Berbeda kondisi dengan transaksi mobile banking, termasuk QRIS yang moncer.
Ilustrasi survey penjualan eceran. Konsumen membeli batik dan membayarnya menggunakan platform QRIS. Dok Bank Indonesia
Ilustrasi survey penjualan eceran. Konsumen membeli batik dan membayarnya menggunakan platform QRIS. Dok Bank Indonesia

Bisnis.com, JAKARTA — Bank Indonesia (BI) mencatat transaksi via kartu ATM menurun pada paruh pertama 2024. Berbeda kondisi dengan transaksi mobile banking, termasuk QRIS yang moncer.

Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan transaksi digital banking tercatat mencapai 5,36 miliar transaksi atau tumbuh sebesar 34,49% secara tahunan (year on year/yoy) pada kuartal II/2024. Transaksi uang elektronik pun tumbuh 39,24% yoy mencapai 3,95 miliar transaksi. 

Transaksi QRIS bahkan melesat 226,54% yoy, dengan jumlah pengguna mencapai 50,50 juta dan jumlah merchant 32,71 juta. 

"Transaksi ekonomi dan keuangan digital pada kuartal II/2024 tetap kuat didukung oleh sistem pembayaran yang aman, lancar, dan andal," kata Perry dalam konferensi pers Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI pada Rabu (17/7/2024).

Berbeda kondisi dari transaksi digital perbankan serta QRIS, transaksi pembayaran menggunakan kartu ATM atau debit turun 8,42% yoy menjadi 1,75 miliar transaksi pada kuartal II/2024.

Selain menyusutnya transaksi via kartu ATM, jumlah ATM di perbankan juga kian berguguran. Berdasarkan data Surveillance Perbankan Indonesia yang dirilis Otoritas Jasa Keuangan (OJK), jumlah ATM, CDM, dan CRM di Indonesia pada akhir 2023 mencapai 91.412 unit. Jumlahnya menyusut 2.604 unit dalam setahun, atau dibandingkan akhir 2022 sebanyak 94.016 unit.

Adapun, dalam lima tahun terakhir telah terjadi penyusutan 12.227 unit di mana per akhir 2019 jumlah ATM, CDM, dan CRM masih mencapai 103.639 unit. 

Sebelumnya, ekonom Poltak Hotradero menyebut untuk ATM, keberadaannya memang kerap menjadi beban bagi perbankan hingga menyumbang peningkatan rasio biaya operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO). Semakin tinggi rasio BOPO menunjukkan semakin tidak efisien bank dalam menjalankan usahanya.  

"Ya penurunan ATM ini sudah jadi kecenderungan global [karena biaya pemeliharaan, asuransi hingga sewanya mahal]. Misal China itu ATM turun 150.000 hingga 200.000 per tahun. Ke depan pembayaran digital makin disukai,” ujarnya kepada Bisnis beberapa waktu lalu.

Dia juga menuturkan bahwa dengan pembayaran yang beralih ke digital, membuat penggunaan uang kartal akan berkurang dan kondisi ini didukung oleh bank sentral dunia. “Karena cash handling itu mahal,” imbuhnya.  

Poltak juga menuturkan kala transaksi menggunakan QRIS kian masif di kalangan masyarakat, hal itu akan berdampak pada penggunaan ATM yang makin tidak relevan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper