Bisnis.com, JAKARTA – Geliat bank digital dalam menawarkan bunga tinggi untuk menggaet nasabah baru belum akan mereda pada 2025. Hal ini terjadi di tengah tantangan likuiditas yang tecermin dari perebutan simpanan nasabah alias dana pihak ketiga (DPK) hingga instrumen lainnya.
Direktur Utama PT Allo Bank Indonesia Tbk. (BBHI) Indra Utoyo menjelaskan bahwa insentif bunga tinggi masih diandalkan untuk mendorong pertumbuhan pada tahun depan, selain melalui pengembangan produk yang tepat bagi keperluan nasabah.
“Saya rasa [bunga tinggi] masih menjadi salah satu cara kami untuk bisa tumbuh pada 2025, dikombinasikan juga dengan benefit-benefit lainnya,” katanya menjawab pertanyaan Bisnis dalam public expose virtual, Jumat (20/12/2024).
Terkait tantangan likuiditas, dirinya mengakui bahwasanya penghimpunan DPK perbankan terbilang kompetitif. Kondisi ini ditambah oleh penerbitan instrumen investasi Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) oleh bank sentral Tanah Air yang dinilai menyerap likuiditas dalam skala cukup besar.
Dengan demikian, bank masih harus memutar otak untuk mencapai target pertumbuhan simpanan. Terlepas dari tantangan yang ada, Allo Bank masih memproyeksikan laju pertumbuhan DPK pada akhir tahun ini dan awal tahun depan.
“Akhir tahun ini, kami masih optimistis [DPK] akan tumbuh dibanding akhir tahun lalu, dan juga awal tahun depan. Saya rasa karena kondisi yang masih belum pasti, karena [suku bunga] masih higher for longer, proyeksi kinerja DPK masih sangat menantang,” tuturnya.
Sementara itu, Direktur Bisnis PT Bank Neo Commerce Tbk. (BBYB) alias BNC Aditya Wahyu Windarwo mengakui bahwa penawaran bunga tinggi menjadi penawaran pragmatis bank digital dalam akuisisi nasabah, sebagaimana yang diterapkan BNC beberapa tahun lalu. “Kalau sekarang, BNC masih ada bunga tinggi di aplikasi, tetapi tenornya panjang,” katanya.
Karyawan beraktivitas di salah satu kantor cabang Bank Neo Commerce di Jakarta, Rabu (5/1/2022). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Seiring dengan pertumbuhan bank, Aditya menjelaskan bahwa asesmen secara berkala dilakukan oleh perseroan untuk dapat menurunkan tingkat bunga itu secara perlahan. Sebagai gantinya, BNC sedang menyiapkan sejumlah terobosan untuk mendongkrak market pada tahun depan, meskipun dia belum bisa memberikan bocoran.
Dirinya menjelaskan bahwa kondisi likuiditas perbankan digital masih sama ketatnya dengan bank konvensional lain. Beberapa indikator menjadi perhitungan BNC, seperti kondisi geopolitik, nilai tukar mata uang, hingga formulasi kebijakan baru pemerintah.
Aditya kemudian menyinggung perihal paket kebijakan stimulus ekonomi pemerintah sebagai kompensasi penerapan pajak pertambahan nilai (PPN) 12% pada 2025. Meskipun belum melihat penerapannya, dia berharap agar kebijakan itu dapat berdampak positif terhadap industri perbankan.
“Tahun 2025 memang kelihatannya lebih menantang, tetapi paling tidak dengan stimulus itu, industri perbankan bisa melewati [tantangan] dengan lebih baik,” jelasnya.
Senada, PT Super Bank Indonesia (Superbank) juga masih menerapkan insentif seperti bunga tinggi dalam melakukan akuisisi nasabah pada 2025.
Cut Frinzy Emillie selaku Head of Marketing & Branding Superbank menjelaskan bahwa hal ini tak terlepas dari kondisi perseroan yang belum genap satu tahun memasuki gelanggang layanan perbankan digital.
“Selain akuisisi, memberikan insentif juga menjadi bagian dari strategi pemasaran supaya menarik konsumen,” katanya.
Menurutnya, bank digital kongsi Grab dan PT Elang Mahkota Teknologi Tbk. (EMTK) ini memfokuskan diri dalam menggaet segmen underbanked. Inovasi produk dan fitur perbankan terus dikembangkan dengan dukungan dari ekosistem yang ada.
Terkait likuiditas, dirinya cenderung menyoroti keseimbangan antara jangkauan penyaluran pinjaman dan pengumpulan dana pihak ketiga di Superbank. Hal ini dipandang sebagai bagian tak terpisahkan dari pengembangan produk yang ada. “Sehingga secara kesehatan perbankannya juga baik,” tutur Frinzy.
Adapun, Bank Indonesia mencatat bahwa volume transaksi digital banking masih tumbuh signifikan pada angka 40,1% secara tahunan (year on year/YoY) hingga mencapai 2,04 miliar transaksi per November 2024.
“Kinerja transaksi ekonomi dan keuangan digit pada November 2024 tetap tumbuh didukung oleh sistem pembayaran yang aman, lancar, dan andal,” kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI, Rabu (18/12/2024).