Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bunga Pinjol Tenor Pendek Naik, AFPI Sebut Demi Keseimbangan Profit dan Keberlanjutan Industri

Bunga pindar pinjaman konsumtif dan pinjaman produktif usaha mikro dan ultra mikro bertenor sampai 6 bulan meningkat dibandingkan ketentuan OJK sebelumnya.
Ilustrasi bunga pinjaman online (pinjol). Freepik
Ilustrasi bunga pinjaman online (pinjol). Freepik

Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) mengapresiasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang menyesuaikan batas manfaat ekonomi atau bunga pinjaman P2P lending (pinjaman daring/pindar atau pinjaman online/pinjol). 

Dalam penyesuaian tersebut, bunga pindar untuk pinjaman konsumtif dan pinjaman produktif usaha mikro dan ultra mikro bertenor sampai enam bulan meningkat dibanding ketentuan yang sudah ditetapkan OJK sebelumnya di dalam Surat Edaran OJK (SE OJK) Nomor 19 Tahun 2023.

Ketua Umum AFPI Entjik S. Djafar mengatakan penyesuaian bunga pindar tersebut merupakan langkah yang cukup bijaksana dalam mendukung keberlanjutan industri pindar. 

"Penyesuaian ini memang memberikan ruang lebih besar bagi platform pindar. Hal ini penting mengingat tingkat risiko yang terkait dengan profil peminjam di segmen [konsumtif] ini. Keseimbangan antara keuntungan industri dan keberlanjutan akses pinjaman tetap menjadi perhatian kami," kata Entjik kepada Bisnis, Jumat (3/1/2024).

Mulai 1 Januari 2025, bunga pindar pinjaman konsumtif tenor sampai dengan enam bulan menjadi 0,3% per hari dan tenor lebih dari 6 bulan 0,2% per hari.

Angka ini ada penyesuaian dibanding ketentuan dalam SEOJK 19/2023 di mana bunga pindar pinjaman konsumtif tenor kurang dari satu tahun  sebesar 0,2% per hari. 

Adapun, untuk pinjaman produktif usaha mikro dan ultra mikro tenor sampai dengan enam bulan menjadi 0,275%. Padahal semestinya dalam SE OJK 19/2023 bunga pindar pinjaman produktif sebesar 0,1%, dan baru menjadi 0,067% per hari pada 1 Januari 2026.

Entjik menjelaskan, segmen usaha mikro dan ultra mikro terutama yang baru berkembang, seringkali menghadapi tantangan yang lebih besar dalam hal likuiditas, manajemen keuangan dan keberlanjutan usaha.

Dengan demikian, risiko gagal bayar pada sektor ini bisa lebih tinggi dibandingkan dengan pinjaman produktif lainnya. 

"Penetapan batas bunga yang lebih tinggi ini sebagai upaya untuk mengimbangi tingkat risiko yang lebih tinggi, namun hal ini juga harus diimbangi dengan memberikan edukasi kepada peminjam, agar mereka bisa lebih siap dalam menghadapi tantangan bisnis dan mengurangi kemungkinan gagal bayar," kata Entjik.

Sebelumnya, AFPI berharap OJK mengevaluasi penyesuaian bunga pindar di dalam SE OJK 19/2023. Pasalnya, bunga pindar yang mengecil bisa berdampak pada profit P2P lending. Merujuk data OJK per semester I/2024 lalu, laba P2P lending mengalami kontraksi 25,41% year-on-year (yoy) menjadi Rp336,01 miliar.

Pada Agustus 2024, Entjik mengatakan AFPI bersama OJK sedang membahas kondisi penurunan profit di industri P2P lending tersebut.

Menurutnya, profit P2P lending sangat dipengaruhi oleh besaran bunga pinjaman daring. Kondisi itu semakin berat dengan adanya peningkatan biaya operasional dan peningkatan gagal bayar.

"Dalam hal manfaat ekonomi yang semakin mengecil, saya yakin OJK akan melakukan monitoring dan evaluasi," kata Entjik pada Rabu (29/8/2024).

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper