Bisnis.com, BANDA ACEH — Bank Indonesia terus memantau dampak dari dinamika global terutama pengenaan tarif dagang dari AS ke China maupun sebaliknya, terhadap ekonomi RI serta keputusan suku bunga acuan BI Rate.
Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi & Moneter (DKEM) Bank Indonesia (BI) Juli Budi Winantya menyampaikan pada dasarnya stabillitas nilai tukar rupiah, inflasi, dan keperluan mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi pertimbangan keputusan BI Rate setiap bulannya.
Untuk itu, bank sentral masih harus memantau transmisi dari kebijakan tarif yang bersifat sangat dinamis tersebut terhadap ketiga faktor di atas.
“Dampaknya terhadap suku bunga bagaimana? Pertimbangannya sama, sehingga dampak dari kebijakan Trump akan kita lihat bagaimana dampaknya terhadap tiga faktor itu,” ujarnya dalam Pelatihan Wartawan BI di Kantor Perwakilan BI Aceh, Jumat (7/2/2025).
Juli memaparkan bahwa dampak dari peningkatan ketidakpastian dari kebijakan tarif, utamanya kepada China yang merupakan mitra dagang utama Indonesia, dapat berisiko terhadap perlambatan kinerja ekspor Tanah Air.
Di sisi lain, risiko yang mungkin terjadi ke depannya yakni banjirnya produk China di Indonesia akibat keterbatasan Negeri Tirai Bambu tersebut dalam melakukan ekspor ke AS.
Meski demikian, di tengah beragam risiko tersebut, Juli menekankan masih terdapat peluang yang dapat Indonesia ambil dari ketidakpastian tersebut.
Salah satunya, peluang pasar ekspor yang lebih tinggi yang dapat Indonesia ambil dari negara ekspor yang ditinggalkan China akibat tarif tersebut.
“Jadi, banyak produk-produk dari Amerika Serikat, Vietnam ini yang punya kesamaan, sehingga apabila nanti seandainya tarif ini diterapkan, peningkatan tarif ini juga bisa kita manfaatkan peluang untuk juga meningkatkan ekspor,” jelas Juli.
Selain itu, peluang juga datang dari potensi realokasi investasi yang semua dari China, bergeser ke negara lain karena adanya penerapan tarif tersebut.
Melihat pada masa pemerintah pertama Trump dengan kebijakan serupa, banyak perusahaan yang merelokasi perusahaan dari China ke Vietnam.
Kini dengan Vietnam yang juga dikenakan objek tarif dagang, maka Indonesia memiliki peluang untuk menjadi tempat relokasi perusahaan-perusahaan tersebut.
“Tarif ini tampaknya digunakan AS tidak hanya murni karena alasan ekonomi, tetapi juga dipakai sebagai leverage untuk kebijakan politik AS,” katanya.
Adapun, Presiden AS Donald Trump resmi mengenakan tarif impor sebesar 10% kepada China. Kebijakan tersebut China respons dengan mengenakan tarif balasan berupa tarif sebesar 15% terhadap impor batu bara dan liquified natural gas (LNG) AS dan 10% terhadap minyak mentah.