Bisnis.com, JAKARTA – Perusahaan reasuransi BUMN, PT Reasuransi Indonesia Utama (Persero) atau Indonesia Re, sedang menunggu restu Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara atau BPI Danantara untuk memberikan suntikan modal tambahan.
Tahun ini, Indonesia Re dalam proses mengajukan penambahan modal dari negara sebesar Rp2 triliun. Angkanya bertambah dibanding Penyertaan Modal Negara (PMN) yang diajukan Perseroan pada 2024 sebesar Rp1 triliun. Namun, hingga saat ini pengajuan PMN pada tahun lalu itu belum cair.
Seperti diketahui, saat ini mekanisme Penyertaan Modal Negara (PMN) untuk perusahaan BUMN telah dihapus. Sebagai gantinya, perusahaan pelat merah akan mendapat suntikan modal dari BPI Danantara dari dana yang bersumber dari perolehan dividen. Ketentuan baru ini sejalan dengan implementasi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang Perubahan Ketiga atas UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara.
Dengan ketentuan baru itu, Danantara memiliki kewenangan penuh dalam menyuntik modal perusahaan pelat merah, termasuk menegasikan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI).
Delil Khairat, Direktur Teknik Operasi Indonesia Re, mengatakan tahun ini pihaknya optimistis permintaan suntikan modal bakal direstui, usai tiga kali gagal.
"Mohon doa restunya, mohon doanya. Kita selalu optimis walaupun sudah tiga kali gagal. Tetap optimis," kata Delil saat ditemui di Kantor Indonesia Re, Jakarta, Kamis (17/7/2025).
Pada 2022, Indonesia Re mengajukan PMN sebesar Rp3 triliun. Keputusan saat itu, perseroan hanya diberikan PMN Rp1 triliun yang akan dicairkan satu tahun setelah pengajuan, yakni 2023. Namun sampai 2023 berlalu, PMN belum diberikan.
Logo Wisma Danantara Indonesia di Jakarta, Minggu (29/6/2025). Bisnis/Fanny Kusumawardhani
Setahun berselang, pada 2024 Indonesia Re mengajukan PMN sebesar Rp2 triliun. Kali ini ada titik terang. DPR, Kementerian BUMN dan Kementerian Keuangan menyetujui untuk pemberian PMN sebesar Rp1 triliun. Sayangnya, Indonesia Re kembali gigit jari, PMN tak juga diberi.
Atas penambahan modal sebesar Rp2 triliun tahun ini, Delil mengatakan pihaknya telah berkomunikasi dengan pihak Danantara. "Sejauh ini kita diskusinya baru dengan Danantara. Jadi kita lihat, mudah-mudahan [disetujui]," kata Delil.
Saat ditanya bagaimana respons Danantara terhadap permintaan suntikan modal Rp2 triliun ini, Delil tak mau berkomentar. "Saya tidak mau berspekulasi. I don't know, i don't know. Itu sensitif, saya tidak akan bilang apa-apa. Itu agak sensitif," pungkasnya.
Sebelumnya, Direktur Utama Indonesia Re Benny Waworuntu menjelaskan alasan pihaknya batal dapat PMN pada 2024. Usai mengantongi izin dari DPR dan dua kementerian, dia mengatakan di akhir-akhir 2024 ada perubahan prioritas pemerintah yang menyebabkan PMN Rp1 triliun gagal cair.
Benny mengatakan penguatan permodalan yang diajukan Indonesia Re tahun ini akan turut memperkuat reasuransi mengelola retensi dalam negeri, sehingga industri perasuransian lokal tidak bergantung pada reasuransi asing yang menyebabkan defisit neraca pembayaran sektor asuransi makin besar.
Defisit tersebut dari 2022 sampai 2024 masing-masing sebesar Rp7,95 triliun, Rp10,2 triliun menjadi Rp12,1 triliun. Merujuk kondisi industri perasuransian sepanjang 2024, premi bruto asuransi mencapai Rp545 triliun, sementara premi bruto reasuransi lokal hanya mencapai Rp24,4 triliun. Atas kondisi ini, Benny menilai reasuransi domestik butuh backup permodalan yang lebih kuat.
"Ini yang menjadi salah satu alasan kita juga untuk kita bisa meningkatkan permodalan perusahaan reasuransi dalam negeri. Supaya kita bisa menekan angaka defisit ini, sekaligus membantu pemerintah menekan neraca defisit berjalan ini," kata Benny dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VI DPR RI, Selasa (1/7/2025).
Benny menegaskan modal sebesar Rp2 triliun yang diajukan tahun ini akan digunakan untuk meningkatkan solvabilitas perusahan serta meningkatkan rating perusahaan.
"Kenapa ini jadi penting, ini bagaimana kita bisa kelola [retensi] dan [meningkatkan] rating. Rating kita mengalami penurunan walaupun sudah menunjukkan semua proses transformasi dalam empat tahun terakhir yang menunjukkan hasil. Rating agensi bahkan tidak bisa mempertahankan rating karena tidak bisa melihat realisasi dari komitmen pemegang saham untuk memperkuat permodalan, karena industri kita ini sifatnya capital intensive," pungkasnya.