Bisnis.com, JAKARTA – Laba yang diperoleh industri P2P lending disebut akan terus bertambah seiring dengan masih besarnya jumlah penduduk yang masih memerlukan pembiayaan alternatif non bank seperti pinjaman online.
Etikah Karyani, Peneliti FEB UNS & Center Of Reform On Economics (Core) Indonesia menilai potensi tersebut akan didukung kualitas literasi dan inklusi masyarakat akan keuangan non bank.
"Potensi terus tembus karena faktor inklusi, literasi, kebutuhan masyarakat atau UMKM yang underbanked atau unbanked," kata Etikah kepada Bisnis, Senin (10/3/2025).
Bila menilik tren sepanjang 2024, industri P2P lending mengawali tahun tidak dengan start yang bagus. Per Januari 2024, industri pinjaman online harus menanggung rugi setelah pajak sebesar Rp135,61 miliar.
Kerugian tersebut beruntun dialami industri sepanjang kuartal I 2024, meskipun angkanya perlahan mengecil. Kerugian tersebut masing-masing adalah sebesar Rp135,61 miliar pada periode Januari 2024, rugi Rp97,56 miliar periode Februari dan rugi Rp27,32 miliar pada periode Maret.
Industri sukses membalikkan kerugian menjadi laba mulai periode April hingga akhir tahun.
Baca Juga
"Faktor rebound ini dikarenakan industri beradaptasi mengubah strategi dan model bisnis dengan melakukan efisiensi dan mengembangkan produk sesuai kebutuhan masyarakat dan peningkatan kepercayaan masyarakat," ujarnya.
Sementara itu, torehan kerugian dalam kuartal I 2024 menurutnya disebabkan oleh adanya transisi regulasi ketentuan besaran bunga pinjaman online yang diatur OJK yang berlaku mulai awal tahun. "Sehingga tidak ada indikasi kerugian awal tahun menjadi siklus berulang," pungkasnya.
Bicara soal peluang pasar P2P lending di Indonesia, berdasarkan data Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) saat ini di Indonesia terdapat 132 juta individu produktif dan 46,6 juta UMKM belum dapat terlayani pendanaan konvensional seperti pembiayaan perbankan.
Sementara untuk valuasinya, dari jumlah individu produktif tersebut ada kesenjangan kredit sebesar Rp1.650 triliun, sementara untuk jumlah UMKM yang belum terlayani tersebut terdapat kesenjangan kredit yang diperkirakan mencapai sebesar Rp2.400 triliun.
Sementara dari sisi jumlah pemain, saat ini ada 97 penyelenggara P2P lending berizin OJK di mana ada sebanyak 48 penyelenggara fokus pada pembiayaan multiguna dan sebanyak 49 penyelenggara fokus pada pembiayaan produktif.