Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah didorong menawarkan insentif kepada reasuransi asing agar membuka cabang dan beroperasi di Indonesia.
Praktisi Manajemen Risiko dan Ketua Umum Komunitas Penulis Asuransi Indonesia (Kupasi) Wahyudin Rahman mengatakan bentuk insentif yang dapat ditawarkan kepada reasuransi global agar membuka bisnis di Indonesia seperti keringanan pajak hingga perizinan.
"Bisa diberikan insentif fiskal seperti keringanan pajak pada tahap awal, tax holiday, atau percepatan perizinan," kata Wahyudin kepada Bisnis, Senin (19/5/2025).
Sementara dari sisi regulasi, Wahyudin mengatakan pemerintah dapat memberikan tinjauan kelonggaran pendirian kantor cabang, di mana bukan hanya perwakilan atau liaison office tapi entitas yang bisa beroperasi penuh.
"Atau opsi lainnya adalah kemudahan dalam repatriasi dana serta peluang keterlibatan dalam proteksi proyek strategis nasional. Ini bisa jadi daya tarik tersendiri," tegasnya.
Saat ini setidaknya terdapat dua negara Asia Tenggara (Asean) yang bisa menjadi benchmark Indonesia dalam mengembangkan industri reasuransi, yaitu Singapura dan Malaysia. Wahyudin mengatakan kedua negara tersebut sudah lebih dahulu menjadi hub reasuransi regional, dibandingkan Indonesia yang sedang dalam tahap berbenah.
Baca Juga
Wahyudin menjelaskan pemeritah Singapura sangat terbuka pada industri reasuransi, memiliki regulasi yang fleksibel bahkan insentif pajak yang agresif. Sementara keunggulan di Malaysia adalah memiliki lingkungan hukum yang stabil bagi industri reasuransi.
"Indonesia masih menghadapi tantangan dalam hal kompleksitas regulasi dan struktur perizinan. Namun, kami melihat ini sebagai peluang pembenahan. Justru dengan potensi pasar Indonesia yang besar dan masih rendahnya penetrasi asuransi, kami percaya bahwa dalam jangka menengah, Indonesia bisa menjadi pasar yang sangat menarik bagi reasuradur global, asal dibarengi dengan reformasi yang tepat," tegasnya.
Bicara ihwal potensi, Wahyudin menilai Indonesia punya pasar yang besar. Dengan populasi lebih dari 270 juta, berjuta pulau dan pertumbuhan sektor asuransi yang terus meningkat, kebutuhan akan kapasitas reasuransi juga makin besar, terutama di lini risiko besar seperti properti, infrastruktur, hingga bencana alam.
Wahyudin melihat, jika perusahaan-perusahaan global membuka kantor cabang di Indonesia maka akan terjadi retensi premi lebih tinggi di dalam negeri dan efisiensi transfer risiko.
"Selain itu, pelaku reasuransi global bisa lebih dekat dengan pasar, memahami karakter risiko lokal dan mempercepat proses klaim maupun underwritng," pungkasnya.