Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Serikat Pekerja Tolak KRIS BPJS Kesehatan, Sebut Turunkan Kamar untuk Pasien Umum

Dalam KRIS, rumah sakit pemerintah hanya diwajibkan menyediakan 60% ruang rawat inap untuk peserta JKN, sementara rumah sakit swasta hanya 40%.
Ilustrasi fasilitas MRI di rumah  sakit/Istimewa.
Ilustrasi fasilitas MRI di rumah sakit/Istimewa.

Bisnis.com, JAKARTA — Dewan Pengurus Pusat Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (DPP KSBSI) menolak implementasi Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) dalam layanan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.

Ketua Umum DPP KSBSI Johannes Dartha Pakpahan menyatakanpenerapan KRIS justru berpotensi menghilangkan prinsip gotong royong dan keadilan sosial yang selama ini menjadi landasan dalam penyelenggaraan Program JKN. Dia menilai bahwa kebijakan tersebut bisa memicu masalah serius, terutama dalam akses layanan kesehatan dan pembiayaan.

“Jika KRIS ini diterapkan, akan terjadi penurunan jumlah tempat tidur untuk peserta JKN. Rumah sakit pemerintah hanya diwajibkan menyediakan 60% ruang rawat inap untuk peserta JKN, sementara rumah sakit swasta hanya 40%. Padahal saat ini hampir 100% tempat tidur di rumah sakit telah digunakan untuk peserta JKN dan tetap penuh, bahkan banyak pasien yang harus menunggu di IGD,” kata Dartha dalam Forum Jaminan Sosial yang diselenggarakan Dewan Jaminan Sosial Nasional di Jakarta, pada Rabu (21/5/2025).

Dia juga mengungkapkan bahwa dengan skema baru ini, peserta JKN yang sebelumnya memiliki hak untuk mendapatkan layanan dengan dua tempat tidur per kamar harus rela dipindah ke kamar berisi empat tempat tidur sesuai standar KRIS. Dartha menilai ini merupakan penurunan kualitas dan kenyamanan layanan, khususnya bagi kalangan buruh.

“Sangat disayangkan jika KRIS ini diterapkan, karena akan berdampak terhadap pelayanan bagi para buruh,” katanya.

Dartha pun meminta Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto serta para regulator untuk mengkaji ulang berbagai kebijakan jaminan sosial agar tidak menyulitkan masyarakat, khususnya para buruh. Dia juga mempertanyakan urgensi penerapan KRIS yang dinilainya bisa saja mengandung kepentingan sepihak yang dirahasiakan.

Penolakan serupa juga disampaikan oleh Ketua Dewan Perwakilan Cabang (DPC) Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang Selatan, Ahmad Supriadi. Ia menyoroti peran regulator yang dinilai tidak berpihak pada rakyat, terutama buruh. Dia berharap para regulator bekerja dengan sepenuh hati dan berpihak pada rakyat, bukan pada kepentingan subjektif atau keuntungan.

Koordinator Advokasi BPJS Watch Timbul Siregar turut mengkritisi kebijakan KRIS. Dia menyayangkan terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2024 karena dinilai tidak melibatkan masyarakat dalam penyusunan regulasinya. Padahal, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan mewajibkan pelibatan masyarakat.

“Penetapan regulasi mengenai KRIS ini tidak melibatkan masyarakat di program JKN. Ini jelas, kami tidak pernah dilibatkan. Jika memang ingin diterapkan, coba patuhi dulu saja UU Nomor 13 Tahun 2022 untuk melibatkan masyarakat,” tegas Timbul.

Dia juga menyampaikan kekhawatirannya bahwa KRIS justru bisa membuka peluang bagi rumah sakit dan pemerintah untuk mendorong peserta menggunakan asuransi komersial demi mendapatkan layanan yang lebih baik. Timbul menekankan bahwa negara wajib menyediakan akses kesehatan yang layak dan nondiskriminatif.

“Faktanya, kalau peserta mau ke rumah sakit, kita selalu mendapatkan kendala. Masih ada peserta yang kesulitan mendapatkan ruang rawat inap. Khawatirnya adalah, dengan rencana penurunan kualitas layanan melalui KRIS ini, akan menjadi pembuka bagi pemerintah dan rumah sakit untuk mendorong peserta memanfaatkan asuransi komersial dalam mengakses pelayanan,” ungkapnya.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper