Bisnis.com, JAKARTA – Perusahaan asuransi yang bangkrut dan dicabut izinnya seperti yang menimpa Jiwasraya, pada 2028 dapat dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
Seperti diketahui, Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UUP2SK) mengamanatkan kepada LPS untuk menyelenggarakan Program Penjaminan Polis (PPP) yang akan mulai berlaku pada 2028.
Ridwan Nasution, Direktur Eksekutif Manajemen Strategis dan Perumusan Kebijakan LPS, menjelaskan bedanya program PPP LPS dengan reasuransi, yaitu pada reasuransi penutupan klaim yang dibayar reasuransi kepada perusahaan asuransi adalah sebuah hubungan bisnis, dan itu dilakukan dalam kondisi perusahaan asuransi beroperasi secara normal.
"Kalau si perusahaan asuransi collapse, tutup, artinya dicabut izinnya sama OJK. Ketika dicabut izinnya oleh OJK, kan tidak ada yang mengurus polisnya masyarakat ini, tidak ada yang bayar. Di situ lah LPS masuk membayar pemegang polis. Iya [misalnya Jiwasraya], andai kata [program PPP] ini sudah berjalan," kata Ridwan saat ditemui di Menara Danareksa, Jakarta, Selasa (22/7/2025).
Pemerintah dan LPS masih memiliki waktu tiga tahun untuk membahas dan menetapkan peraturan teknis yang mengatur mekanisme program PPP, salah satunya adalah limit polis yang bisa dijamin oleh LPS. Batas atas penjaminan polis ini sedang dibahas di Kementerian Keuangan.
Namun yang pasti, Ridwan menegaskan penjaminan dalam program PPP ini dikecualikan untuk produk asuransi yang dikaitkan dengan investasi atau unit linked (PAYDI).
Baca Juga
Selain itu, pemerintah juga sedang membahas kriteria kondisi keuangan apa saja yang harus dipenuhi perusahaan asuransi untuk bisa dijamin oleh LPS. Dalam hal ini, Ridwan menjelaskan pada dasarnya semua perusahaan asuransi diwajibkan untuk menjalankan program PPP.
"Sebenarnya prinsipnya wajib. Di Undang-Undang [mengatur] wajib jadi member. Tapi untuk jadi member itu harus ada, dia kondisinya harus sehat. Misal tidak sehat, tidak bisa jadi member. Jadi ketika dia sehat, dia [otomatis] jadi member," terangnya.
Kewajiban tersebut termasuk bagi asuransi umum maupun asuransi jiwa. Namun, Ridwan menjelaskan ada beberapa lini bisnis asuransi yang kemungkinan akan dikecualikan dalam penjaminan LPS, seperti lini bisnis asuransi satelit.
"Tidak semua lini bisnis masuk program penjaminannya. Contoh, lini bisnis yang sangat besar, misalnya asuransi satelit. Mungkin itu tidak akan masuk karena besar banget. Pun jika dijamin, limitnya kan terbatas, jadi tidak ada efeknya. Semangatnya penjaminan adalah untuk masyarakat luas, [ada] certain benefit. Jadi kalau benefit yang besar-besar, bukan [untuk] masyarakat, tapi sudah masuk korporasi," tegasnya.
Dengan prinsip perlindungan kepada masyarakat tersebut, Ridwan mencontohkan beberapa lini bisnis asuransi yang kemungkinan akan masuk program penjaminan antara lain seperti asuransi kesehatan, asuransi properti, hingga asuransi kecelakaan diri.
Sembari pemerintah menyiapkan regulasi pelaksana, Ridwan mengatakan LPS juga bersiap menyambut mandat baru itu. Dia memahami, bahwa tanggung jawab LPS yang semakin besar ke depan harus didukung dengan kesiapan dan kapabilitas finansial yang solid.
"Ini kan tiga tahun lagi. So far [persiapan] kita on the track, sudah banyak yang dilakukan LPS seperti [penguatan] organisasi, rekrutmen SDM, penyusunan peraturan. Peraturan masih on going. Initnya semuanya on the track," pungkasnya.