Bisnis.com, JAKARTA — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat kredit perbankan Juni 2025 tumbuh sebesar 7,77% menjadi Rp8.059,79 triliun.
Pertumbuhan kredit perbankan ini didorong oleh kredit investasi yang tumbuh sebesar 12,53% diikuti oleh kredit konsumsi sebesar 8,49% dan kredit modal kerja tumbuh 4,45%.
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Mahendra Siregar, mengatakan stabilitas sektor jasa keuangan nasional terjaga dengan stabil di tengah masih tingginya ketidakpastian geopolitik dan tensi perdagangan global. Hal ini didukung oleh permodalan yang kuat, likuiditas yang memadai, profil risiko yang manageable serta kinerja keuangan yang stabil.
"Dari kategori debitur, kredit korporasi tumbuh 10,78%, kredit UMKM tumbuh 2,11%. Sementara kualitas kredit dengan rasio NPL gross sebesar 2,22% dan NPL net 0,84% dan loan at risk tercatat 9,73%," katanya, Senin (28/7/2025).
Selain itu, menurut data OJK dari tingkat permodalan perbankan atau CAR pada Juni 2025 di level 25,79%. Mahendra menilai bahwa likuiditas perbankan tetap memadai tercermin dari rasio alat liquid per non-core deposit (ALNCD) dan alat likuid per DPK (ALDPK) masing-masing 118,78% dan 27,05%.
Di sisi lain, Mahendra menyebut dana pihak ketiga alias DPK perbankan tumbuh sebesar 6,96% menjadi Rp9.329 triliun dengan pertumbuhan giro, tabungan, dan deposito masing-masing 10,35%, 6,64%, dan 4,19%.
Baca Juga
Namun demikian, jika melihat data Bank Indonesia, ada dinamika yang timpang yaitu lonjakan simpanan dari korporasi terjadi bersamaan dengan stagnasi, bahkan kontraksi, simpanan dari masyarakat perorangan.
Bank Indonesia melaporkan total DPK pada Juni 2025 mencapai Rp8.991 triliun, naik 6,6% secara tahunan (year-on-year/yoy). Pertumbuhan ini lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya yang tercatat 3,8% yoy.
Kontributor utama pertumbuhan ini datang dari simpanan korporasi yang tumbuh 12,2% yoy menjadi Rp4.396,6 triliun. Peningkatan signifikan terlihat pada seluruh jenis simpanan korporasi, mulai dari giro yang tumbuh 12,9% yoy menjadi Rp2.416,5 triliun, tabungan 23,3% yoy menjadi Rp307,1 triliun, hingga simpanan berjangka 9,5% yoy atau Rp1.673,1 triliun.
Di sisi lain, simpanan dari nasabah perorangan hanya tumbuh 1,2% yoy menjadi Rp4.123,4 triliun. Bahkan pada kategori simpanan berjangka, dana perorangan tercatat mengalami kontraksi 2,1% yoy.
Giro perorangan juga mengalami kontraksi 30,8% yoy atau Rp121,5 triliun. Adapun tabungan perorangan naik tipis 5,3% yoy menjadi Rp2.587 triliun. Dari data di atas, korporasi terlihat lebih likuid dan ekspansif. Sebaliknya, stagnasi simpanan perorangan dapat mencerminkan tekanan pada daya beli dan konsumsi rumah tangga.