Bisnis.com, JAKARTA — PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI) diperkirakan masih akan menghadapi tantangan untuk memacu pertumbuhan laba hingga 2026.
Hal itu diungkapkan Sarah Jane Mahmud, senior industry analyst Bloomberg Intelligence. Menurutnya, bank pelat merah itu berpotensi mencatatkan pelambatan dalam kinerja bottom line hingga tahun depan dengan tekanan terhadap margin usai Bank Indonesia kembali memangkas suku bunga acuan alias BI Rate.
Faktor lain yang bakal menjadi tantangan bagi perseroan untuk memacu laba adalah ketatnya persaingan di industri perbankan dalam penyaluran kredit.
“Laba Bank Negara Indonesia kemungkinan akan melambat hingga tahun 2026, dengan margin tertekan akibat pelonggaran kebijakan bank sentral dan persaingan ketat antarbank untuk mendanai penyaluran kredit yang kuat,” jelasnya dalam laporan Bloomberg Intelligence yang dirilis, Jumat (25/7/2025).
Sarah Jane juga memerinci sederet sentimen yang akan memengaruhi kinerja BBNI. Salah satunya adalah ketegangan perdagangan global yang menghambat permintaan dan persaingan yang ketat akibat semakin banyaknya bank digital.
Hal itu, jelasnya, berpotensi menekan laju penyaluran kredit perseroan hingga satu digit menengah. Selain itu, dia juga menyoroti soal pengambilalihan bank pelat merah oleh Danantara.
Baca Juga
“Pengambilalihan manajemen oleh Danantara, perusahaan pengelola dana kekayaan negara Indonesia, kemungkinan akan memperburuk prospek bank dan berpotensi menimbulkan kekhawatiran mengenai tata kelola,” ungkapnya.
Bloomberg Intelligence juga menyoroti ancaman terhadap kualitas aset BBNI akibat dampak perang dagang dan juga program Koperasi Merah Putih.
“Biaya kredit kemungkinan akan berada di kisaran yang sama, mengingat kualitas aset dapat terancam karena perang dagang mendorong masuknya produk-produk murah China dan partisipasi bank dalam agenda reformasi ekonomi Koperasi Merah Putih pemerintah yang baru.”
Dalam laporan Bisnis sebelumnya, BBNI mencetak laba bersih yang dapat diatribusikan kepada pemilik sebesar Rp10,09 triliun pada semester I/2025. Realisasi itu terkoreksi 5,58% secara tahunan (year-on-year/YoY).
Pada periode itu, pendapatan bunga bersih BNI tumbuh 2,33% YoY dari Rp19,07 triliun menjadi Rp19,51 triliun hingga paruh pertama tahun ini.
Meski demikian, tekanan terjadi pada sejumlah pos pendapatan seperti pendapatan komisi turun 2,20% YoY ke angka Rp4,84 triliun, sedangkan pendapatan lainnya juga menyusut 1,01% YoY menjadi Rp2,83 triliun. Pada saat bersamaan, beban pencadangan alias impairment naik 9,82% menjadi Rp3,71 triliun.
Terkait fungsi intermediasi, BNI tercatat menyalurkan kredit sebesar Rp778,68 triliun per semester I/2025, meningkat 7,11% YoY dari Rp726,98 triliun. Aset bank pelat merah ini pun terkerek naik 12,05% YoY menjadi Rp1.201,65 triliun dari sebelumnya Rp1.072,45 triliun.
Dari sisi kualitas aset, rasio kredit bermasalah atau non-performing loan (NPL) gross membaik dari 1,98% menjadi 1,95%. NPL net naik tipis dari 0,62% menjadi 0,69%.
Terkait pendanaan, dana pihak ketiga (DPK) yang dihimpun BNI meningkat 16,51% YoY menjadi Rp 899,86 triliun per semester I/2025, dari sebelumnya Rp772,32 triliun.
Dana murah alias current account saving account (CASA) naik 18,67% YoY menjadi Rp647,55 triliun. Deposito juga tumbuh 11,33% YoY ke angka Rp252,31 triliun.
Terkait rasio kinerja lainnya, margin bunga bersih (net interest income/NIM) BNI menurun dari 4,02% menjadi 3,83% pada bulan keenam tahun ini.