Bisnis.com, JAKARTA — Program dana pensiun atau tabungan hari tua para ASN dan TNI/Polri, yang dikelola oleh PT Taspen (Persero) dan PT Asabri (Persero), menghadapi risiko likuiditas karena lonjakan rasio klaim, yang diperkirakan terjadi saat pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
Proyeksi itu datang langsung dari jajaran anak buah Prabowo, yang mencantumkannya dalam Buku II Nota Keuangan beserta Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026. Kenaikan rasio klaim program tabungan hari tua (THT) di Taspen dan Asabri masuk ke dalam risiko fiskal yang menjadi sorotan pemerintah.
Taspen mengelola sejumlah program, seperti Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKm), Jaminan Pensiun (JP), dan THT. Rasio likuiditas program-program itu tercatat dalam kondisi baik, tetapi khusus untuk THT terdapat tren penurunan karena mayoritas peserta ada di usia 40—50 tahun dan akan masuk usia pensiun dalam waktu dekat.
"Program THT diperkirakan menghadapi rasio likuiditas dalam jangka panjang karena peningkatan rasio klaim, seiring komposisi peserta yang didominasi ASN usia 40—50 tahun," dikutip dari Nota Keuangan RAPBN 2026, Jumat (22/8/2025).
Pemerintah menilai bahwa skema pendanaan pay-as-you-go yang berasal dari APBN untuk program pensiun tidak terekspos risiko kekurangan pendanaan. Namun, potensi risiko tetap ada pada investasi dana Akumulasi Iuran Pensiun (AIP), yang sensitif terhadap kondisi pasar.
"Risiko fiskal dari program pensiun dan THT cukup signifikan dalam jangka menengah dan panjang, terutama jika tidak ada reformasi kebijakan yang tepat dan hati-hati," tertulis dalam dokumen itu.
Baca Juga
Pemerintah mengelaborasi bahwa potensi sumber risiko berasal dari skema dan pembiayaan program, serta kemungkinan kewajiban kontijensi jika terjadi perubahan kebijakan terkait program dana pensiun ASN yang dikelola Taspen.
Dokumen Nota Keuangan juga mengungkap bahwa penempatan investasi Taspen terdiri dari 66,7% ke instrumen obligasi (mayoritas surat berharga negara atau SBN), 21,3% ke deposito, dan 12,0% ke investasi lainnya (termasuk reksa dana dan saham). Pemerintah meyakini komposisi investasi tersebut relatif aman dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
"Pemerintah bersama pemangku kepentingan terkait sedang mengkaji langkah-langkah perbaikan program THT untuk memastikan keberlanjutan dan mengurangi risiko fiskal masa depan," tertulis dalam Nota Keuangan RAPBN 2026.
Kondisi Dana Pensiunan TNI/Polri
Buku Nota Keuangan RAPBN 2026 juga mengungkap kondisi dana pensiun TNI/Polri yang dikelola Asabri, alias Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia. Seperti halnya Taspen, Asabri juga mengelola program JKK, JKm, JP, dan THT.
Secara umum, kondisi pendanaan program dalam jangka pendek dan panjang relatif baik, potensi risiko fiskal dari program JKK dan JKm juga relatif terkendali. Namun, terdapat risiko kenaikan rasio klaim THT dari 95,4% pada 2026 menjadi di atas 100% memasuki 2029.
Perubahan usia pensiun para prajurit yang diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 3/2025 tentang Perubahan atas UU 34/2004 tentang Tentara Nasional Indonesia alias UU TNI menyebabkan adanya penyesuaian premi dan klaim Asabri, sehingga membuat rasio klaim THT menjadi fluktuatif.
"Secara umum, sustainabilitas program-program yang dikelola Asabri masih dalam kondisi baik, hanya program THT yang memerlukan perhatian khusus," dikutip dari Nota Keuangan RAPBN 2026.
Dokumen itu mengelaborasi bahwa rasio klaim terhadap premi yang melebihi 100% menunjukkan adanya risiko defisit underwriting, yang dapat mengarah pada penurunan nilai aset THT dalam jangka panjang, terutama jika pembayaran klaim terus bergantung kepada likuiditas aset.
"Oleh karena itu, dibutuhkan penyesuaian kebijakan serta penanganan terhadap aset tidak produktif, baik melalui penambahan set baru maupun pemulihan aset bermasalah," dikutip dari dokumen tersebut.
Aset nonproduktif itu dinilai sebagai salah satu risiko fiskal bagi Asabri karena bisa memengaruhi peningkatan nilai investasi. Berdasarkan Nota Keuangan RAPBN 2026, manajemen Asabri telah melakukan berbagai langkah mitigasi, seperti perbaikan tata kelola, rebalancing aset secara bertahap ke instrumen yang lebih produktif, hingga penerapan prinsip liabilities driven investing untuk menyelaraskan aset dan kewajiban kepada peserta.
"Perlu dilakukan kajian terhadap reformasi program pensiun guna menciptakan skema yang lebih berkelanjutan serta memberikan manfaat yang optimal," tertulis dalam dokumen tersebut.