Bisnis.com, JAKARTA — Presiden Prabowo Subianto melalui Buku Nota Keuangan II RAPBN 2026 mengungkapkan adanya risiko dalam uang pensiun prajurit di PT Asabri (Persero), yakni rasio klaim program Tabungan Hari Tua atau THT TNI/Polri keluar dari batas aman atau di atas 100%.
Berdasarkan Buku Nota Keuangan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026, pemerintah mengungkap kondisi dana pensiun TNI/Polri yang dikelola Asabri, alias Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.
Asabri juga mengelola iuran TNI/Polri dalam sejumlah program, yakni Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKm), Jaminan Pensiun (JP), dan THT.
Secara umum, kondisi pendanaan program Asabri dalam jangka pendek dan panjang relatif baik, potensi risiko fiskal dari program JKK dan JKm juga relatif terkendali. Rasio klaim JKK pada 2026 diperkirakan sebesar 32,5%, sedangkan JKK 61,8%, yang berarti total klaim masih lebih sedikit dibandingkan dana yang tersedia.
Meskipun begitu, terdapat risiko kenaikan rasio klaim THT Asabri dari 95,4% pada 2026 menjadi di atas 100% memasuki 2029.
"Dalam jangka panjang rasio klaim untuk JKK dan JKm cenderung stabil, sedangkan untuk THT menunjukkan pola fluktuatif hingga 2028, akibat penyesuaian premi dan klaim sebagai dampak perubahan usia pensiun dalam UU TNI Nomor 3/2025," dikutip dari Nota Keuangan RAPBN 2026 pada Jumat (22/8/2025).
Baca Juga
Perubahan usia pensiun para prajurit yang diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 3/2025 tentang Perubahan atas UU 34/2004 tentang Tentara Nasional Indonesia menyebabkan adanya penyesuaian premi dan klaim Asabri, sehingga membuat rasio klaim THT menjadi fluktuatif.
"Secara umum, sustainabilitas program-program yang dikelola Asabri masih dalam kondisi baik, hanya program THT yang memerlukan perhatian khusus," tertulis dalam dokumen tersebut.
Dokumen itu mengelaborasi bahwa rasio klaim terhadap premi yang melebihi 100% menunjukkan adanya risiko defisit underwriting, yang dapat mengarah pada penurunan nilai aset THT dalam jangka panjang, terutama jika pembayaran klaim terus bergantung kepada likuiditas aset.
"Oleh karena itu, dibutuhkan penyesuaian kebijakan serta penanganan terhadap aset tidak produktif, baik melalui penambahan set baru maupun pemulihan aset bermasalah," dikutip dari dokumen tersebut.
Aset nonproduktif itu dinilai sebagai salah satu risiko fiskal bagi Asabri karena bisa memengaruhi peningkatan nilai investasi. Berdasarkan Nota Keuangan RAPBN 2026, manajemen Asabri telah melakukan berbagai langkah mitigasi, seperti perbaikan tata kelola, rebalancing aset secara bertahap ke instrumen yang lebih produktif, hingga penerapan prinsip liabilities driven investing untuk menyelaraskan aset dan kewajiban kepada peserta.
"Perlu dilakukan kajian terhadap reformasi program pensiun guna menciptakan skema yang lebih berkelanjutan serta memberikan manfaat yang optimal," tertulis dalam dokumen tersebut.