JAKARTA – Kondisi rasio kecukupan modal (CAR) Bank Mutiara tidak berada dalam posisi negatif seperti diungkapkan mantan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Hadi Purnomo.
Sejumlah data yang didapatkan Bisnis menunjukkan CAR negatif Bank Mutiara seperti disebutkan Hadi merupakan hasil stress test untuk menunjukkan risiko yang mungkin dialami bank tersebut jika terjadi pemburukan ekonomi.
Data tersebut menunjukkan ada beberapa skenario yang dibuat, salah satunya yang terburuk, yang bisa menurunkan CAR Bank Mutiara hingga ke level negatif.
Sumber Bisnis yang diminta komentarnya mengenai kondisi seperti apa yang bisa mengakibatkan bank mengalami penurunan CAR secara drastis, menjelaskan kenaikan inflasi dan suku bunga yang tinggi bisa mempengaruhi kolektibilitas kredit yang ujung-ujungnya berpengaruh pada penurunan rasio kecukupan modal.
Pada dokumen lain terungkap BPK menarik kembali surat tugas mengenai pemeriksaan pada Bank Indonesia sehingga dokumen tentang Bank Mutiara dianggap tidak pernah ada.
Sumber Bisnis lain yang diminta tanggapannya menjelaskan jika ada surat penarikan seperti itu maka BPK tidak berhak atas data tersebut.
Sumber Bisnis yang diminta komentarnya mengenai kondisi terburuk hasil stress test terhadap Bank Mutiara mengungkapkan dua kejanggalan dari pernyataan mantan ketua BPK yang kini menjadi tersangka dalam kasus pajak BCA oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.
Menurut dia, kejanggalan pertama, Hadi tidak melakukan konfirmasi atas hasil temuannya itu kepada auditee yakni pihak yang diaudit. Hal ini bertentangan dengan prosedur standar operasi (SOP) BPK sendiri.
Kejanggalan kedua, BPK bertindak seolah-olah sebagai pengawas bank yang berhak memberikan penilaian terhadap satu bank dan menetapkan bank harus dilikuidasi.
“Prosedurnya, otoritas moneter akan meminta kesanggupan pemilik modal untuk menambah modal apabila terjadi penurunan CAR. Jika mereka sanggup menambah modal ya tidak harus ditutup,” kata dia.
Dia menjelaskan satu bank bisa mengalami penurunan rasio kecukupan modal dalam waktu singkat jika terjadi perubahan status kolektibilitas kredit dari lancar menjadi tidak lancar. Hal ini akan memaksa bank menambah modal.
Otoritas moneter tidak serta merta menutup bank yang bersangkutan. Secara prosedural, pemilik bank akan diminta untuk menambah modal. Jika hal itu dipenuhi akan ada perbaikan rasio kecukupan modal.
Dalam kasus Bank Mutiara, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sebagai pemilik saham Bank Mutiara sanggup menyuntikkan modal.