Bisnis.com, JAKARTA — Peningkatan risiko Kredit Pemilikan Rumah (KPR) tengah membayangi perbankan nasional di tengah gejolak makroekonomi dan penurunan daya beli masyarakat. Bank pun saat ini lebih berhati-hati guna memitigasi risiko, termasuk dari aspek rasio kredit bermasalah alias non-performing loan (NPL).
Data Statistik Sistem Keuangan Indonesia (SSKI) yang diterbitkan Bank Indonesia menunjukkan bahwa NPL sektor properti per Mei 2025 meningkat ke angka 3,24%. Persentase itu terus meningkat sejak awal tahun, yang mana pada April lalu masih sebesar 3,13%, senilai 2,9% per Maret dan Februari 2025, serta 2,88% pada Januari tahun ini.
Apabila ditarik lebih jauh, posisi NPL kredit properti per Mei 2025 ini menjadi yang tertinggi dalam beberapa tahun terakhir. Persentase ini bahkan lebih tinggi dibandingkan dengan 2020 atau era pandemi Covid-19, yang mana pada saat itu NPL kredit properti menyentuh 2,78%.
Deputi Gubernur BI Juda Agung mengakui adanya pemburukan kualitas kredit di sektor ini. Namun, peningkatannya dinilai tidak terlalu signifikan.
“NPL perumahan secara industri itu sebenarnya masih belum terlalu meningkat tajam, yaitu di level 3,17%,” katanya dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur BI periode Juni 2025, dikutip pada Kamis (17/7/2025).
Dia kemudian menjelaskan kondisi serupa pada dua segmen debitur, yakni kelompok berpendapatan rendah dan kelompok berpendapatan menengah. Menurutnya, NPL perumahan pada kelompok berpendapatan rendah berada pada level 2,7% berdasarkan data terbaru BI, sedangkan kelompok berpendapatan menengah sebesar 4,5%.
Baca Juga
Juda berujar bahwa bank sentral memantau kualitas kredit sektor perumahan, sekaligus berkoordinasi dengan pemangku kepentingan terkait.
“Tentu saja kami terus memonitor perkembangan kredit, termasuk juga NPL perumahan. Kami juga terus melakukan dengan Komite Stabilitas Sistem Keuangan [KSSK],” jelasnya.
Terpisah, PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) alias BCA tak menampik adanya kenaikan NPL KPR hingga awal tahun ini. EVP Consumer Loan BCA Welly Yandoko mengatakan bahwa seiring kondisi serupa di industri, KPR BCA juga mengalami kenaikan NPL menjadi 1,54% per Maret 2025, menanjak 0,28% jika dibandingkan dengan penghujung 2024 lalu.
Menurut Welly, peningkatan risiko tersebut tak terlepas dari dampak kondisi ketegangan geopolitik dunia yang meningkat, sehingga menciptakan kondisi ekonomi yang tidak stabil tak terkecuali pada lingkup nasabah.
“Kondisi ekonomi tersebut dapat memengaruhi daya beli serta kinerja bisnis debitur, sehingga mengurangi kemampuan debitur untuk membayar angsuran kredit,” katanya kepada Bisnis, Jumat (25/7/2025).
Seiring dengan kondisi makroekonomi yang belum stabil, dia memperkirakan bahwa tren kenaikan NPL KPR masih akan berlanjut hingga akhir tahun ini.
Oleh karena itu, BCA disebutnya tetap menargetkan agar kredit berisiko sektor perumahan tetap terjaga dengan selalu menerapkan prinsip kehati-hatian dalam penyaluran kredit, serta terus melakukan tindakan penyelesaian yang tepat atas kredit bermasalah.
Welly memaparkan, BCA selalu menjalankan prinsip kehati-hatian dalam menyalurkan kredit, salah satunya dengan melakukan analisa mendalam terhadap calon debitur untuk memastikan kelancaran pembayaran.
Di samping itu, BCA memiliki sistem Know Your Customer yang terus diperkuat. Bank milik Grup Djarum itu disebutnya selalu melakukan analisis terkait nilai dan area properti untuk memastikan bahwa terdapat jaminan atas nilai kredit yang diberikan.
“Selain itu, kami juga disiplin melakukan monitoring ketat terhadap kredit bermasalah dengan segera mengambil tindakan penyelesaian yang diperlukan,” tuturnya.
Adapun, BCA telah menyalurkan KPR sebesar Rp135 triliun pada kuartal I/2025, tumbuh 10,5% secara tahunan. Pembiayaan perumahan ini turut menopang kredit konsumer BCA yang naik 11,3% YoY menjadi Rp225,7 triliun.
Sebelumnya, PT Bank CIMB Niaga Tbk. (BNGA) mengamini bahwa daya beli masyarakat yang melemah berbuntut kepada kenaikan NPL rumah tangga secara agregat, salah satunya KPR.
Presiden Direktur CIMB Niaga Lani Darmawan menjelaskan bahwa situasi ini juga mengindikasikan kemampuan membayar nasabah yang menurun, sehingga pertumbuhan penyaluran kredit berpotensi melambat.
“Bank saat ini lebih selektif untuk memberikan kredit dan mengatur komposisi kredit untuk bisa mengatur bank-wide NPL,” katanya saat dihubungi Bisnis, Kamis (19/6/2025).
Mengacu pada presentasi perusahaan, CIMB Niaga membukukan penyaluran KPR sebesar Rp41,78 triliun pada kuartal I/2025, mengalami kontraksi 2,7% dari Rp42,94 triliun pada kuartal I/2024.
Jumlah tersebut turut menyokong kredit konsumer CIMB Niaga yang sebesar Rp76,87 triliun pada Maret 2025, tumbuh 5,5% secara tahunan dari Rp72,87 triliun.