Bisnis.com, JAKARTA - Kinerja penyaluran kredit korporasi tahun ini diperkirakan masih cukup berat dengan dipengaruhi oleh kondisi ekonomi global dan domestik.
Berdasarkan data Bank Indonesia (BI) penyaluran kredit korporasi pada akhir 2019 tercatat senilai Rp2.834,3 triliun atau tumbuh 5,9 persen (year-on-year). Pertumbuhan ini mengalami perlambatan dibandingkan dengan akhir 2018 yang sebesar 13,40 persen secara tahunan.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menyampaikan permintaan kredit dari korporasi tahun ini masih akan lemah.
"Kalau bisa tumbuh, tidak akan lebih dari 7 persen. Faktornya lebih ke ketidakpastian ekonomi global dan perlambatan konsumsi domestik," katanya, Senin (3/2/2020).
Dia menyebutkan pelaku usaha manufaktur cenderung menurunkan kapasitas produksinya. Hal ini tercermin dari purchasing managers' index (PMI) yang turun dari 49,5 ke 49,3 pada Januari 2020.
Kendati demikian, Bhima menyebutkan pada sektor komoditas berpotensi menjadi pendongkrak kredit tahun ini. Pasalnya, harga minyak kelapa sawit Tanah Air mulai menunjukkan peningkatan penguatan lantaran intensifikasi biodiesel 30 persen (B30) dan hubungan Malaysia dan India yang renggang.
Baca Juga
"Kemudian, sektor konstruksi masih jadi primadona, khususnya digerakkan oleh kredit BUMN untuk percepatan infrastruktur prioritas," ucapnya.
Bhima berpendapat kredit korporasi juga akan mendapatkan dorongan apabila suku bunga kredit terus menunjukkan tren penurunan. Suku bunga yang lebih rendah akan membuat korporasi cepat melakukan inovasi karena beban dana yang lebih rendah.
"Strategi seperti mempercepat transmisi penurunan suku bunga kredit bank, setidaknya cost of fund tahun ini bagi debitur korporasi bisa lebih rendah. Meskipun dampaknya negatif pada pendapatan bank," ucapnya.
Di sisi lain, Bhima melihat stimulus fiskal ke sektor industri manufaktur akan cukup baik tahun ini untuk menjaga daya beli masyarakat khususnya kelas menengah.