Bisnis.com, JAKARTA — Otoritas Jasa keuangan (OJK) mendapatkan kewenangan penuh untuk melakukan penyidikan atas tindak pidana keuangan yang terjadi pada sektor lembaga jasa keuangan.
Hal tersebut sebagaimana tertulis dalam undang-undang mengenai pengembangan dan penguatan sektor keuangan (UU PPSK).
"Penyidikan atas tindak pidana di sektor jasa keuangan hanya dapat dilakukan oleh penyidik Otoritas Jasa Keuangan," demikian bunyi pasal 49 ayat 5 dalam UU PPSK.
Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Amin Nurdin menilai bahwa hal tersebut akan membawa dampak positif pada kinerja OJK dalam melakukan pengawasan hingga penanganan pada perkembangan setiap industri jasa keuangan baik perbankan maupun non-perbankan.
Mempersiapkan hal tersebut, Amin Nurdin menilai perlu adanya penguatan institusi khususnya divisi penyidikan dan pengawasan. "Memang kemudian, institusi OJK perlu diperkuat terutama terkait penyidikan dan juga pengawasan perbankan yang lebih aktif," pungkasnya kepada Bisnis, Selasa (3/1/2023).
Di samping itu, Amin juga menilai bahwa regulasi mengenai tata kelola penyidikan perlu dirumuskan oleh OJK. Hal tersebut dinilai mampu menjadi instrumen pokok yang dapat memacu industri keuangan dapat berkinerja lebih baik.
Baca Juga
Sementara itu, dalam pasal 49 ayat 1 dituliskan bahwa penyidik OJK nantinya terdiri atas pejabat penyidik kepolisian negara Republik Indonesia, pejabat pegawai negeri sipil tertentu dan pegawai tertentu setelah memenuhi kualifikasi oleh pihak Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Lebih lanjut, tim penyidik OJK akan diangkat oleh menteri yang membidangi hukum dan hak asasi manusia.
Adapun, beberapa kewenangan yang dimiliki oleh penyidik OJK diantaranya menerima laporan tindak pidana di sektor jasa keuangan, memanggil, memeriksa dan meminta keterangan serta barang bukti dari setiap orang yang disangka melakukan, hingga melakukan penggeledahan.