Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Author

Bagong Suyanto

Guru Besar Sosiologi Ekonomi FISIP Universitas Airlangga

Lihat artikel saya lainnya

OPINI: Independensi Bank Indonesia

Sebagai bank sentral, Bank Indonesia sudah barang tentu memiliki tugas untuk mengatur kebijakan ekonomi, memastikan pertumbuhan ekonomi tetap terjaga
Logo Bank Indonesia (BI) di kantor pusat Bank Indonesia, Jakarta pada Kamis (23/11/2023). / Bloomberg-Rosa Panggabean
Logo Bank Indonesia (BI) di kantor pusat Bank Indonesia, Jakarta pada Kamis (23/11/2023). / Bloomberg-Rosa Panggabean

Bisnis.com, JAKARTA - Di negara mana pun, independensi bank sentral sangat penting untuk memastikan dan menjaga stabilitas ekonomi, sosial dan politik. Bank Indonesia sebagai lembaga yang bertanggung jawab untuk menjaga stabilitas ekonomi dan keuangan negara, oleh sebab itu tidak seharusnya terlibat dan membuka peluang untuk mendapatkan intervensi dari kekuatan politik.

Sebagai bank sentral, Bank Indonesia sudah barang tentu memiliki tugas untuk mengatur kebijakan ekonomi, memastikan pertumbuhan ekonomi tetap terjaga dan mengendalikan inflasi. Meskipun demikian, dalam menjalankan tugas ini Bank Indonesia tentu tidak perlu terlalu masuk dalam wilayah tugas eksekutif, yang akan beresiko menyeret Bank Indonesia dalam berbagai persoalan praktis yang bukan kewenangannya.

Dalam UU P2SK, telah ditegaskan bahwa Bank Indonesia adalah lembaga negara yang independen dan bebas dari segala urusan politik pemerintahan. Akan tetapi, keputusan Bank Indonesia yang akan membeli Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder, serta SBN Perumahan, sesungguhnya telah mengundang berbagai pertanyaan.

Apakah keputusan Bank Indonesia membeli SBN di pasar sekunder yang dananya kemudian dapat digunakan untuk menyukseskan program pembangunan 3 juta rumah, penghiliran dan program prioritas lainnya tidak beresiko menggeser peran dan tugas Bank Indonesia sebagai bank sentral yang seharusnya independen?

RISIKO

Bank Indonesia, dalam berbagai kesempatan telah menegaskan bahwa upaya yang dilakukan dan kebijakan yang dikeluarkan Bank Indonesia pada hakikatnya adalah untuk mendukung program Asta Cita Presiden Prabowo Subianto. Bank Indonesia bukan saja akan membeli Surat Berharga Negara (SBN) lebih banyak di pasar sekunder, lebih dari itu juga dikembangkan kebijakan untuk memastikan stabilitas nilai tukar rupiah di tengah gejolak global, seperti mengatur suku bunga dan mengatur jumlah uang yang beredar.

Selain melakukan intervensi di pasar spot, pembelian SBN dari pasar, dan sebagainya, Bank Indonesia juga berupaya untuk mendorong kredit ke sektor-sektor prioritas, terutama untuk sektor bisnis yang menciptakan lapangan kerja seperti pertanian, ritel, UMKM, kreatif, hingga perumahan. Bank Indonesia mendorong kredit perbankan dengan menyalurkan insentif kebijakan likuiditas makroprudensial (KLM) yang sampai dengan pekan kedua Januari 2025, KLM yang telah disalurkan telah mencapai Rp295 triliun.

Selama ini, bank Indonesia juga mendukung program ketahanan pangan dengan berusaha mengendalikan inflasi tetap berada di target sasaran. Pengendalian inflasi dilakukan dengan mengerahkan 46 kantor Bank Indonesia untuk menyukseskan program penghiliran pangan. Bank Indonesia juga telah mengatur sistem pembayaran dan digitalisasi keuangan untuk memastikan keamanan dan efisiensi transaksi keuangan.

Sepanjang Bank Indonesia mampu menjaga independensinya, berbagai kebijakan yang dikeluarkan niscaya akan dapat menjaga stabilitas dan keuangan di Indonesia. Tetapi lain soal bila independensi Bank Indonesia mulai goyah, dan intervensi kekuatan politik mulai merembes di dalamnya. Belajar dari pengalaman di berbagai negara, bila bank sentral mulai kehilangan independensinya, maka sejumlah resiko yang bakal terjadi adalah:

Pertama, stabillitas ekonomi besar kemungkinan akan terganggu. Ketika bank sentral diminta harus mencetak uang lebih banyak untuk membiayai program pemerintah, misalnya, maka resiko terjadinya inflasi akan lebih besar yang ujung-ujungnya bukan tidak mungkin akan menyebabkan terjadinya krisis keuangan dan penurunan nilai tukar mata uang.

Di Indonesia, menurut data peredaran SBN yang dimiliki Bank Indonesia dalam 5 tahun terakhir dilaporkan naik 480%. Tren seperti ini tentu perlu diwaspadai. Per 25 Februari 2025, BI dilaporkan memegang SBN senilai Rp1.522 triliun atau 24,59% dari total SBN rupiah yang dapat diperdagangkan. Padahal per 2019, porsi kepemilikan SBN oleh BI tercatat hanya sebesar Rp262 triliun atau 9,54% saja dari total SBN rupiah yang dapat diperdagangkan. Saat ini yang perlu dipastikan seberapa besar sebetulnya batas aman bagi BI untuk terus membeli SBN di pasar sekunder? Tanpa ada indikator yang pasti dikhawatirkan keputusan untuk membeli SBN akan dapat memengaruhi independensi BI.

Kedua, intervensi kekuatan politik pada indenpendensi bank sentral, bukan tidak bukan akan menyebabkan memudarnya kepercayaan masyarakat dan pelaku ekonomi terhadap keberadaan bank sentral dan pemerintah. Ketika bank sentral yang seharusnya menjaga marwahnya ternyata terlibatdalam praktik korupsi, maka jangan kaget jika hal itu menjadi blunder yang akan menggerogoti independensi bank sentral di masa depan.

Saat ini, diakui atau tidak posisi BI sesungguhnya sedang tersandera oleh kekuatan politik ketika Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengendus dugaan kasus korupsi dana Program Sosial Bank Indonesia. Kasus ini bukan saja akan berisiko menyeret BI dalam proses penegakan hukum bagi para oknum pejabat yang terlibat, tetapi juga yang lebih berbahaya adalah resiko Bank Indonesia kehilangan kredibilitas karena melakukan praktik korup yang merugikan negara dan masyarakat.

MEREKONSTRUKSI

Saat ini tantangan yang dihadapi BI sesungguhnya adalah bagaimana membangun kembali reputasi dan menjaga marwahnya sebagai bank sentral yang independen. Merekonstruksi kredibilitas lembaga ini mutlak perlu dilakukan agar kepercayaan masyarakat serta pelaku ekonomi terhadap independensi bank Indonesia benar-benar dapat diwujudkan.

BI perlu memastikan dan membangun kepercayaan publik bahwa semua kebijakan moneter yang diambil benar-benar dilakukan berdasarkan pada prinsip ekonomi yang sehat dan tujuan menciptakan stabilitas ekonomi. Dalam menjalankan tugasnya, BI harus menjaga citra dan menegaskan bahwa mereka adalah lembaga negara yang benar-benar independen dalam menjalankan tugasnya dan bebas dari campur tangan pemerintah atau pihak-pihak lain yang mengandalkan kekuasaan untuk memperlancar kepentingannya.

Dalam menjalankan tugas dan mengeluarkan kebijakan apa pun, bukan karena dipengaruhi kepentingan ekonomi dan politik sekelompok pemilik kekuasaan. Independensi BI akan teruji kalau dalam menjalankan tugasnya menutup diri dari intervensi kekuatan politik-ekonomi apa pun. Demarkasi yang harus dijaga Bank Indonesia dengan pemerintah adalah bagaimana menempatkan lembaga bank sentral ini tidak dalam posisinya yang tersubordinasi.

Sudah barang tentu untuk dapat berdiri tegak dan independen, BI benar-benar harus menjaga konsistensi dan martabatnya. Ketika sebuah bank sentral terjerumus dalam praktik korupsi dan membiarkan dirinya diintervensi kekuatan politik, niscaya akan sulit bagi lembaga ini untuk dapat mempertahankan marwahnya.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Bagong Suyanto
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper