Bisnis.com, JAKARTA – Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda menyoroti bagaimana kinerja pembiayaan buy now pay later (BNPL) perusahaan pembiayaan berkaitan dengan kondisi ekonomi.
Merujuk indikator makro ekonomi, BPS merilis Indeks Harga Konsumen (IHK) per Februari 2025 lalu mengalami deflasi 0,09% year on year (YoY). Sejalan dengan hal itu, Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) menunjukkan penurunan 0,8 poin pada Februari 2025 menjadi 126,4 dari Januari yang sebesar 127,2.
Indeks dari hasil survei Bank Indonesia (BI) tersebut menandai penurunan dua bulan berturut-turut, usai pada Desember mengalami peningkatan.
"Kalau kita lihat delfasi IHK, kalau berdasarkan data pemerintah itu kan memang ada diskon tarif listrik, tapi IKK memang menunjukkan penurunan meskipun masih di atas 100, artinya ada perlambatan konsumsi rumah tangga," kata Huda kepada Bisnis, Senin (17/3/2025).
Menurutnya, salah satu solusi yang dapat mendorong perlambatan konsumsi rumah tangga tersebut adalah dukungan pembiayaan, baik pembiayaan konvensional dari bank maupun pembiayaan keuangan nonbank.
"Kalau kita lihat saat ini yang paling masih meningkat itu BNPL, terlepas dari adanya faktor daya beli, permintaan BNPL ini cukup signifikan. Terlebih kalau dilihat daya beli turun kebutuhan jalan, otomatis masyarakat tidak punya pilihan lain selain dari pembiayaan. Pembiayaan yang tersedia adalah pembiayaan alternatif," ujarnya.
Baca Juga
Huda melanjutkan, pembiayaan alternatif ini berkembang seiring perkembangan teknologi. Menurutnya perkembangan digital yang semakin pesat mendorong orang untuk cenderung memilih BNPL sebagai instrumen pembiayaan alternatif mereka.
Terlebih, Huda mencatat terdapat pola tahunan menjelang momentum Lebaran di mana pembiayaan BNPL melonjak cukup besar. Dia melihat hal serupa juga akan terjadi di tahun ini.
"BNPL di Lebaran akan tetap tinggi walau saya rasa tidak akan setinggi tahun lalu karena faktor daya beli," ujarnya.
Adapun pembiayaan BNPL oleh perusahaan pembiayaan pada Januari 2025 meningkat sebesar 41,9% YoY menjadi Rp7,12 triliun. Sementara itu kualitas kredit macet atau Non Performing Financing (NPF) gross bisa terjaga di level 3,37%, walaupun meningkat dari 2,99% pada posisinya di Desember 2024.