Bisnis.com, JAKARTA - Pasca-Ramadan dan libur panjang Idulfitri, masyarakat telah kembali menjalani aktivitas rutin dengan semangat baru. Momen ini ada baiknya menjadi ajang untuk refleksi, termasuk dalam hal pengelolaan keuangan pribadi.
Terlebih setelah gelombang pengeluaran besar selama bulan puasa dan hari raya mulai dari konsumsi, mudik, hingga berbagi rezeki banyak orang dihadapkan pada kebutuhan untuk kembali menata keuangannya.
Apalagi, sebagian dari mereka juga telah menerima tunjangan hari raya (THR) atau bonus, yang bisa menjadi modal awal untuk merancang strategi keuangan jangka panjang jika dikelola dengan bijak.
Di sisi lain, saat ini kita tengah menghadapi tantangan perekonomian global akibat ketegangan geopolitik dan perang dagang yang dipicu oleh kebijakan tarif Amerika Serikat terhadap berbagai negara, termasuk Indonesia.
Situasi ini menyebabkan volatilitas pasar, ketidakpastian investasi, serta fluktuasi nilai tukar yang berdampak pada portofolio kekayaan masyarakat, khususnya kalangan kelas menengah atas dan pelaku usaha. Dalam kondisi seperti ini, pendekatan pengelolaan kekayaan yang berlandaskan prinsip kehati-hatian dan nilai-nilai etika menjadi makin relevan.
Salah satu alternatif pendekatan berbasis nilai yang dapat menjadi pilihan masyarakat yaitu pengelolaan kekayaan secara syariah atau Islamic Wealth Management. Dalam perspektif Islam, kekayaan bukan sekadar alat pemenuhan kebutuhan, tetapi juga sebagai amanah yang harus dikelola secara bertanggung jawab.
Baca Juga
Prinsip-prinsip seperti keadilan, keterbukaan, keberlanjutan, dan distribusi yang proporsional menjadi dasar dari keputusan-keputusan finansial. Pendekatan ini tidak hanya bertujuan untuk meraih imbal hasil optimal, tetapi juga untuk menjaga keberkahan dan ketenangan batin nasabah.
Menariknya, seiring dengan berkembangnya industri keuangan Islam, kesadaran masyarakat terhadap pentingnya pengelolaan kekayaan berbasis syariah juga terus meningkat. Hal ini terutama terlihat pada segmen masyarakat kelas menengah atas yang membutuhkan layanan finansial yang lebih kompleks dan sesuai dengan prinsip syariah.
Mereka tidak hanya mencari produk perbankan syariah biasa seperti tabungan atau pembiayaan, tetapi juga menginginkan akses terhadap solusi investasi halal, proteksi keuangan berbasis syariah, serta perencanaan waris yang lebih tertata. Di sisi lain, perbankan syariah pun makin siap melayani segmen nasabah high-net-worth individual (HNWI) dan mass affluent dengan menghadirkan berbagai produk dan layanan Islamic Wealth Management yang profesional dan terintegrasi.
Sebagai salah satu negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia, layanan Islamic Wealth Management memiliki potensi besar untuk terus berkembang. Selain mengandalkan segmen HNWI, populasi muda muslim di Indonesia yang makin melek finansial dan akrab dengan teknologi juga membuka peluang besar untuk akuisisi nasabah baru.
Generasi ini cenderung lebih peduli terhadap aspek etika dan keberlanjutan dalam keputusan finansialnya. Hal ini menjadi celah strategis bagi institusi keuangan syariah untuk membangun hubungan jangka panjang melalui produk dan layanan yang relevan secara nilai dan digital.
Dalam praktiknya, pengelolaan kekayaan syariah mengikuti sebuah siklus yang sistematis, yang mencakup lima fase utama. Siklus tersebut yaitu wealth creation melalui aktivitas produktif seperti bisnis dan pengelolaan arus kas; wealth accumulation dengan fokus pada manajemen aset dan pengelolaan utang; wealth protection melalui proteksi berbasis takaful baik untuk pendapatan, aset, maupun kewajiban; wealth purification, yaitu pembersihan harta melalui zakat agar nilai kekayaan tetap bersih secara spiritual; dan wealth distribution, yakni distribusi harta secara tertib melalui waris, hibah, wasiat, dan wakaf.
Siklus ini menempatkan keberkahan dan keberlanjutan sebagai fondasi dalam membangun dan menjaga kekayaan. Perbankan syariah berperan penting dalam mendukung setiap tahapan siklus ini dengan menyediakan solusi dan layanan yang sesuai prinsip Islam.
Salah satu contoh nyata pendekatan ini adalah layanan Islamic Legacy Service dari CIMB Niaga Syariah, yang menyediakan fasilitas edukasi, konsultasi, hingga pencatatan legal agar distribusi harta warisan dapat dilakukan secara tertib dan sesuai hukum Islam. Ini mencerminkan bahwa industri perbankan syariah semakin fokus untuk memberikan nilai tambah jangka panjang bagi nasabah, tidak hanya dari sisi pertumbuhan kekayaan, tetapi juga ketenangan batin dan kesinambungan lintas generasi.
Untuk memperluas manfaat Islamic Wealth Management bagi nasabah dan berkontribusi terhadap perekonomian nasional, perbankan syariah perlu terus memperkuat kapabilitas dan inovasi dalam pengelolaan kekayaan berbasis syariah. Langkah-langkah strategis meliputi peningkatan literasi publik melalui edukasi dan pemberdayaan komunitas, pengembangan produk yang lebih relevan seperti reksa dana syariah tematik dan sukuk wakaf, serta digitalisasi layanan secara menyeluruh untuk menjangkau segmen yang lebih luas.
Kolaborasi lintas industri seperti dengan fintech, lembaga zakat, dan manajer investasi juga dapat menciptakan ekosistem keuangan syariah yang lebih inklusif dan efisien. Di samping itu, penguatan kapasitas SDM melalui pelatihan dan sertifikasi wealth advisor syariah menjadi fondasi penting dalam menjamin kualitas layanan dan kepatuhan syariah.
Pada akhirnya, dalam kondisi ekonomi global yang penuh ketidakpastian ini, pengelolaan kekayaan secara syariah dapat menjadi jalan tengah yang menawarkan stabilitas, keberlanjutan, dan keberkahan. Hal ini bukan semata tentang menumbuhkan aset, tetapi juga menjaga nilai-nilai dan warisan yang ingin kita titipkan kepada generasi berikutnya.
Dengan memanfaatkan layanan keuangan syariah secara optimal, harapannya nasabah dapat merancang masa depan finansial yang lebih tertata dan bermakna. Karena harta bukanlah tujuan akhir, melainkan sarana untuk mencapai kehidupan yang lebih baik bagi diri sendiri, keluarga, dan masyarakat.