Bisnis.com, JAKARTA — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkap masih terdapat sejumlah perusahaan pembiayaan dan fintech peer to peer (P2P) lending yang belum memenuhi ketentuan modal minimum yang disyaratkan.
Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK Agusman menyebutkan bahwa hingga saat ini, empat dari 145 perusahaan pembiayaan belum mencapai kewajiban ekuitas minimum sebesar Rp100 miliar.
Sementara itu, di sektor fintech P2P lending, terdapat 12 dari 97 penyelenggara yang belum memenuhi ketentuan ekuitas minimum Rp7,5 miliar.
“Dari 12 penyelenggara P2P lending tersebut, dia penyelenggara sedang dalam proses analisis atas permohonan peningkatan modal disetor,” kata Agusman dalam Konferensi Pers Hasil Rapat Dewan Komisioner (RDK) Bulanan April 2025, Jumat (9/5/2025).
Agusman menegaskan OJK terus melakukan langkah-langkah yang diperlukan berdasarkan progress action plan upaya pemenuhan kewajiban ekuitas minimum dimaksud berupa injeksi modal dari pemegang saham, maupun dari investor strategis lokal/asing yang kredibel.
Lebih lanjut, dalam rangka menjaga kepatuhan dan integritas sektor pembiayaan, Agusman mengatakan OJK juga aktif menegakkan aturan. Sepanjang April 2025, dia menyebut pihaknya telah mengenakan sanksi administratif kepada 17 perusahaan pembiayaan, lima perusahaan modal ventura, 9 penyelenggara P2P lending, 33 perusahaan pergadaian swasta, satu lembaga keuangan khusus, dan dua lembaga keuangan mikro. Adapun totalnya, OJK menjatuhkan 36 sanksi denda dan 64 sanksi peringatan tertulis.
Baca Juga
“OJK berharap upaya penegakkan kepatuhan dan pengenaan sanksi tersebut dapat mendorong pelaku industri sektor PVML meningkatkan aspek tata kelola yang baik, kehati-hatian, dan pemenuhan terhadap ketentuan yang berlaku sehingga pada akhirnya dapat berkinerja lebih baik dan berkontribusi secara optimal,” kata Agusman.
Dari sisi kinerja, industri pembiayaan menunjukkan pertumbuhan positif. Piutang pembiayaan perusahaan pembiayaan tercatat tumbuh 4,6% secara tahunan (year on year/YoY) per Maret 2025 menjadi Rp510,97 triliun, didukung pembiayaan modal kerja yang tumbuh sebesar 11,07% (YoY).
Adapun, profil risiko perusahaan pembiayaan juga masih terjaga dengan rasio non performing financing (NPF) gross tercatat turun menjadi 2,71%, di mana per Februari 2025 mencapai 2,87%.
Sementara itu, NPF net mencapai sebanyak 0,80%, turun sedikit dibandingkan Februari 2025 yakni 0,92%.
Lebih lanjut, gearing ratio perusahaan pembiayaan tercatat sebesar 2,26 kali, di mana Februari 2025 mencapai 2,20 kali. Angka tersebut masih berada di bawah batas maksimum sebesar 10 kali.
Lebih lanjut, Agusman mengungkapkan pertumbuhan pembiayaan modal ventura per Maret 2025 masih terkontraksi 0,34% YoYdengan nilai pembiayaan tercatat Rp16,73 triliun.
Pada industri fintech P2P lending, outstanding pembiayaan per Maret 2025 tumbuh 28,72% (YoY) dengan nominal sebesar Rp80,02 triliun.
Tingkat risiko kredit macet secara agregat (TWP90) berada di posisi 2,77%. Berdasarkan SLIK, pembiayaan Buy Now Pay Later (BNPL) oleh perusahaan pembiayaan per Maret 2025 meningkat sebesar 39,3% (YoY) menjadi Rp8,22 triliun dengan NPF gross sebesar 3,48%.
“Untuk 21 koperasi di sektor jasa keuangan [open loop] yang telah dialihkan pengaturan dan pengawasannya kepada OJK, tercatat aset mencapai Rp335,57 miliar dengan pembiayaan yang telah disalurkan sebesar Rp210,71 miliar. Saat ini satu dari tiga koperasi open loop yang belum berizin di OJK, sedang dalam proses pengajuan izin usaha sebagai LJK,” tandas Agusman.