Bisnis.com, DENPASAR – Perusahaan penyelenggara fintech P2P lending, PT Amartha Mikro Fintech (Amartha) mengakui target porsi pembiayaan online sebesar 50-70% kepada segmen produktif pada 2027-2028 menjadi tantangan bagi industri.
Adapun realisasi pembiayaan online ke sektor produktif per Maret 2025 justru menjauhi target, yakni mencapai 35,10% dibandingkan pada posisi sebelumnya per Februari 2025 sebesar 36,53%.
"It's a hard work, itu kenapa kita buat forum ini supaya kita bisa mendorong agar semakin besar stakeholders, semakin banyak institusi, untuk bersama-sama menemukan solusinya," kata Andi Taufan Garuda Putra, Founder & CEO Amartha saat ditemui dalam acara Asia Grassroots Forum 2025 di Nusa Dua, Bali, Kamis (22/5/2025).
Seperti diketahui, bunga pinjaman online untuk segmen produktif lebih kecil dibanding segmen konsumtif. Sebagai pembanding, bunga pinjaman produktif usaha kecil dan menengah untuk tenor lebih dari 6 bulan dipatok sebesar 0,1% per hari, sedangkan sektor konsumtif dengan tenor lebih dari 6 bulan sebesar 0,2%.
Saat disinggung soal kecilnya bunga pinjaman produktif membuat bisnis jadi kurang menguntungkan sehingga pinjaman produktif kurang diminati, Andi menegaskan bagi Amartha yang portofolionya 100% pinjaman produktif fokus bisnis ini masih menguntungkan bagi perusahaan, bahkan bagi lender dan investor yang mendukung Amartha.
"Saya melihatnya lebih ke kita sama-sama industri perlu upgrade bagaimana kita memetakan profil risiko UMKM di Indonesia. Dengan begitu, kita bisa menaikkan volume pinjaman dan meningkatkan produktivitas UMKM," tegasnya.
Baca Juga
Andi menegaskan, pada dasarnya faktor utama dalam pembiayaan sektor produktif adalah bagaimana perusahaan penyelenggara P2P lending bisa memastikan dan bisa mengukur risiko bisnis pelaku usaha yang akan mereka sasar.
"Tantangannya adalah bagaimana membangun risk profiling segmen UMKM, segmen akar rumput. Dengan kita bisa memetakan profil risiko, di situ kita bisa ukur volume permodalan yang bisa kita salurkan," ujarnya.
Sebelumnya, Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda mengatakan ketika ekonomi sedang tidak baik-baik saja, risiko gagal bayar terutama dalam pembiayaan ke sektor produktif akan meningkat. Kondisi ini membuat lender P2P lending semakin berhati-hati menyalurkan dananya.
Selain faktor tersebut, Huda juga menyoroti bunga pinjaman sektor produktif yang lebih rendah dibanding sektor konsumtif membuat perusahaan fintech P2P lending lebih tertarik mendanai sektor konsumtif.
"Jika kondisi ekonomi terus seperti ini, saya ragu proporsi penyaluran sektor produktif mencapai 50-70% di 2028. Sangat sulit tercapai," tegas Huda.