Bisnis.com, JAKARTA — Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengklaim bahwa pihaknya telah all out alias maksimal dalam membantu pemerintah mendorong ekonomi dan kredit melalui pemangkasan suku bunga acuan atau BI Rate.
Sepanjang tahun ini, Bank Indonesia (BI) telah memangkas suku bunga acuan alias BI Rate sebanyak tiga kali dengan total 75 bps.
“Dari Bank Indonesia sudah all out untuk mendorong pertumbuhan ekonomi termasuk juga mendorong kredit pembiayaan perbankan,” ujarnya dalam konferensi pers Rapat Dewan Gubernur (RDG), Rabu (16/7/2025).
Bahkan, langkah bank sentral untuk mendukung ekonomi dan kredit dilakukan dengan tetap membuka ruang penurunan suku bunga lebih lanjut. Selain itu, Perry menyampaikan bank sentral terus menambah likuiditas dengan operasi moneter yang ekspansif serta menstabilkan nilai tukar rupiah.
Hingga minggu pertama Juli 2025, total realisasi Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) mencapai Rp376 triliun, yang disalurkan kepada kelompok bank BUMN sebesar Rp167,1 triliun, bank BUSN sebesar Rp166,7 triliun, BPD sebesar Rp36,8 triliun, dan KCBA sebesar Rp5,8 triliun.
Secara sektoral, insentif tersebut disalurkan kepada sektor-sektor prioritas yakni pertanian, real estate, perumahan rakyat, konstruksi, perdagangan dan manufaktur, transportasi, pergudangan, pariwisata dan ekonomi kreatif, serta UMKM, Ultra Mikro, dan hijau.
Baca Juga
“Jadi, Bank Indonesia terus all out untuk mendorong pertumbuhan kredit dan bersama pemerintah, bersama kita semua mendorong pertumbuhan ekonomi,” lanjutnya.
Adapun, Perry menyampaikan setidaknya ada tiga alasan bank sentral memutuskan untuk menurunkan suku bunga acuan pada hari ini menjadi 5,25%.
Pertama, Perry memperkirakan inflasi dua tahun ke depan semakin rendah dan akan tetap berada di bawah titik tengah sasaran 2,5%. Kedua, rupiah cenderung stabil dan akan terus stabil ke depannya. Ketiga, perlu mendorong pertumbuhan ekonomi.
Pasalnya, BI memperkirakan pertumbuhan ekonomi semester II/2025 membaik dan secara keseluruhan tahun 2025 diperkirakan berada dalam kisaran 4,6%–5,4%.
Di samping membaiknya permintaan domestik, perbaikan ini juga didukung oleh tetap positifnya kinerja ekspor sejalan dengan hasil perundingan tarif dengan Pemerintah AS.