Bisnis.com, JAKARTA — Rencana Muhammadiyah yang akan membentuk Bank Umum Syariah (BUS) melalui merger Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) Matahari atau Bank Syariah Matahari dinilai membuka peluang perbaikan kontraksi premi asuransi umum syariah.
Pengamat Asuransi dan Dosen Program Magister Manajemen Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (UGM) Kapler Marpaung menyebut, untuk memperbaiki kondisi asuransi umum syariah perlu memperkuat kerja sama dengan bank syariah sebagai kanal distribusi pendapatan premi.
Adapun, pendapatan kontribusi atau premi asuransi umum syariah dalam periode Januari—April 2025 terkoreksi sebesar 23,28% secara tahunan (year-on-year/YoY) menjadi Rp0,87 triliun.
Di sisi lain, perbankan syariah merupakan kanal distribusi terbesar bagi asuransi umum syariah. “Kisarannya sekitar 40%, sementara bagi asuransi jiwa syariah menjadi terbesar kedua setelah keagenan, estimasi saya sekitar 20%,” kata Kapler kepada Bisnis, Rabu (16/7/2025).
Menurut Kapler, potensi kerja sama asuransi syariah dengan bank syariah terbuka lebar seiring dengan rencana Muhammadiyah yang akan membentuk Bank Umum Syariah (BUS) melalui merger Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) Matahari atau Bank Syariah Matahari.
Kerja sama tersebut tidak mencakup kerja sama channeling, tetapi bisa melalui penutupan asuransi aset-aset yang dimiliki di dalam ekosistem Muhammadiyah.
Dalam catatan Kapler, aset Mumahammadiyah terdiri dari berbagai jenis aset seperti 172 perguruan tinggi, 28.000 lembaga pendidikan termasuk 5.346 Sekolah Dasar sampai dengan Sekolah Menengah Atas dengan jumlah siswa 1 juta orang, 122 rumah sakit, 231 klinik dan tanah wakaf seluas 214 juta meter persegi.
“Apabila hal-hal di atas dijalankan, saya meyakini untuk jangka pendek ada potensi premi baru kurang lebih 20% dari perolehan kontribusi di sektor asuransi umum syariah. Dalam jangka panjang jauh lebih besar lagi,” tuturnya.
Menilik kondisi industri, kinerja pendapatan premi industri asuransi umum syariah dan jiwa syariah menunjukkan perbedaan arah. Saat premi asuransi umum syariah kontraksi, dalam periode Januari—April 2025 premi asuransi jiwa syariah justru tumbuh 14,90% YoY menjadi Rp8,20 triliun, sementara premi reasuransi syariah tumbuh 9,84% YoY menjadi Rp0,34 triliun.
Kapler melihat penurunan premi asuransi umum syariah tersebut hanya akan terjadi sementara. Tren yang dicatat Kapler, pendapatan premi asuransi jiwa syariah juga sempat mengalami kontraksi tetapi saat ini mulai pulih.
Menurut dia, kondisi asuransi umum syariah tersebut tidak lepas dari faktor pertumbuhan ekonomi atau bisa jadi produk asuransi syariah yang sekarang kurang memenuhi harapan masyarakat.
“Tapi perlu dilakukan kajian di luar aset PP Muhammadiyah dan organisasi islam lainnya, jangan- jangan memang potensi pasarnya sudah mulai jenuh. Oleh karena itu, hadirnya Bank Syariah Matahari atau Bank Umum Muhammadiyah tentu akan membuka peluang besar bagi industri asuransi syariah,” ujarnya.