Bisnis.com, JAKARTA — Bank Indonesia (BI) membuka ruang pelonggaran kebijakan moneter di tengah tren pelemahan ekonomi global dan domestik. Gubernur BI Perry Warjiyo menyatakan otoritas moneter masih mempertimbangkan pemangkasan suku bunga acuan (BI Rate), ekspansi moneter, dan pembelian surat berharga negara (SBN) di pasar sekunder guna mendukung pemulihan ekonomi nasional.
Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa arah kebijakan makroprudensial BI akan terus difokuskan pada upaya mendorong kredit dan pembiayaan dari perbankan yang terjangkau. Salah satunya melalui pemberian insentif likuiditas makroprudensial untuk memperbesar ruang perbankan dalam menyalurkan kredit.
“BI menyiapkan pemberian insentif likuiditas makroprudensial. Kemudian, peningkatan likuiditas maupun juga mendorong perbankan untuk lebih cepat menurunkan suku bunga,” kata Perry dalam konferensi pers usai rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) ketiga di kantor LPS, Senin (28/7/2025).
Dari sisi sistem pembayaran, BI mengarahkan kebijakan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif. Fokusnya mencakup percepatan digitalisasi ekonomi dan perluasan dukungan terhadap UMKM dan sektor ritel.
“Kebijakan sistem pembayaran juga diarahkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif, khususnya mendorong penjualan ritel, UMKM maupun perluasan ekonomi keuangan digital,” jelasnya.
Perry menekankan bahwa seluruh bauran kebijakan BI ditujukan untuk mendukung pemulihan ekonomi tanpa mengabaikan stabilitas rupiah. “Itulah bauran BI untuk membalikan ekspektasi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi ke depan dengan tetap menjaga stabilitas [rupiah],” tambahnya.
Baca Juga
Ia juga menyoroti pentingnya sinergi antar-otoritas dalam menghadapi tekanan ekonomi. “Kami berempat [KSSK] memperkuat sinergi membalikan ekspektasi, bersama-sama dari pemerintah, BI, OJK, dan LPS agar ekspektasi ekonomi ke depan lebih baik dengan pertumbuhan ekonomi lebih tinggi,” tuturnya.
Di tengah tekanan global, BI memperkirakan pertumbuhan ekonomi dunia pada 2025 turun ke level 2,9%. Kondisi ini turut berdampak pada ekonomi domestik. Pemerintah sendiri telah merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini dari 5,2% menjadi 5%. Pada kuartal I/2025, pertumbuhan tercatat hanya 4,87% secara year on year (YoY), meski bertepatan dengan momen Ramadan dan Idulfitri.
Lembaga internasional juga merevisi turun proyeksi ekonomi Indonesia. Bank Dunia memperkirakan pertumbuhan hanya 4,7%, sementara ASEAN+3 Macroeconomic Research Office (AMRO) menurunkan prediksi dari 5% menjadi 4,8% pada 2025.