Bisnis.com, JAKARTA — PT MNC Kapital Indonesia Tbk. (BCAP) memperkuat posisinya di PT Bank MNC Internasional Tbk. (BABP) dengan menambah 4,4 miliar saham pada 26 Agustus 2025. Tambahan setara 9,99% dari saham beredar itu membuat porsi kepemilikan BCAP di MNC Bank kembali terkerek hingga 48,83%.
Namun langkah ini sekaligus menyingkap kabut tebal di balik rencana merger Bank MNC dan Bank Nationalnobu (NOBU). Pasalnya, di saat Grup MNC mengokohkan cengkeramannya di BABP, Grup Lippo melalui PT Prima Cakrawala Sentosa justru melepas seluruh porsi 10% saham yang sempat dipegang di MNC Bank.
Merujuk data pemegang saham emiten di atas 5% KSEI, nama Prima Cakrawala pun kini tak lagi tercatat dalam daftar pemegang saham BABP.
Sebaliknya, arah investasi Prima Cakrawala bergeser ke NOBU. Entitas milik Grup Lippo tersebut malah menambah kepemilikannya sebesar 747,8 juta saham, dengan mengambil alih porsi milik PT MNC Land Tbk. (KPIG).
Pergerakan silang ini kian mempertegas makin kecilnya rencana penyatuan dua bank konglomerat besar, milik Hary Tanoesoedibjo dan James Riady. Agenda yang semula diproyeksikan sebagai tonggak konsolidasi perbankan, kini justru tampak berjalan mundur bahkan bisa batal.
Sinyal meredupnya merger Bank Nobu dan Bank MNC makin menguat. Langkah Hanwha Life Insurance Co., Ltd. resmi menjadi pemegang saham signifikan di PT Bank Nationalnobu Tbk. (NOBU) dinilai akan mengubah arah masa depan bank tersebut.
Head of Research Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Trioksa Siahaan menilai bahwa minat investor asing, khususnya dari Korea Selatan, terhadap perbankan Indonesia masih tinggi karena potensi pertumbuhan yang besar. Indonesia sebagai emerging market menawarkan peluang investasi yang menjanjikan, meskipun kinerja beberapa bank seperti Bank Nobu belum tergolong mencolok.
“Indonesia sebagai emerging market dengan ekonomi yang masih bertumbuh merupakan pasar perbankan yang menarik bagi investor luar,” ujarnya kepada Bisnis, Senin (7/7/2025).
Sebagaimana diketahui, Hanwha Life yang merupakan perusahaan asuransi jiwa terbesar di Korea Selatan, telah resmi mengakuisisi 2,99 miliar saham Bank Nobu. Angka itu setara dengan 40% dari modal ditempatkan dan disetor. Akuisisi itu menjadikan Hanwha sebagai pemegang saham signifikan dan membuka lembaran baru dalam strategi bisnis bank.
Namun, kehadiran investor besar ini juga membawa konsekuensi terhadap rencana merger Bank Nobu dan Bank MNC yang sudah mencuat sejak 2023.
“Bila Hanwha Life juga masuk atau berpartner dengan Bank MNC bisa saja. Tapi dengan adanya investor baru di Bank Nobu, maka peluang untuk merger menjadi semakin kecil,” kata Trioksa.
Seiring dengan hal ini, Bisnis sudah berusaha menghubungi Direktur Utama Bank Nobu Suhaimin Johan terkait kelanjutan rencana merger itu. Namun, hingga berita ini ditulis, belum ada keterangan resmi soal kelanjutan rencana merger dengan Bank MNC.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebelumnya menyatakan bahwa proses merger antara Bank MNC dan Bank Nobu masih berlangsung terutama karena sudah ada kepemilikan silang (cross ownership) antar kedua perusahaan, tetapi belum ada keputusan final.
Adapun, menelisik data Bursa Efek Indonesia (BEI) PT MNC Land Tbk. mengantongi 747,7 juta saham NOBU atau setara 9,99% kepemilikan. MNC Land menjadi pemegang saham nomor tiga terbesar NOBU, setelah masuknya Hanwha Life sebesar 40% atau 2,99 miliar saham NOBU.
Saham tersebut dibeli Hanwha Life dari tujuh pemegang saham sebelumnya, yakni PT Putera Mulia Indonesia, PT Prima Cakrawala Sentosa, PT Star Pacific Tbk, PT Inti Anugerah Pratama, PT Ciptadana Capital, PT Lenox Pasifik Investama Tbk, dan PT Multipolar Tbk.
Hanwha Life telah memperoleh seluruh persetujuan yang diperlukan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), antara lain melalui Surat OJK No. S-11/PB.02/2025 tanggal 24 Januari 2025, Surat OJK No. SR-107/PB.02/2025 tanggal 21 April 2025, serta Keputusan Anggota Dewan Komisioner OJK No. KEPR-29/D.03/2025 pada tanggal 21 April 2025 yang menyatakan Hanwha Life dan Seung Youn Kim telah lulus Penilaian Kemampuan dan Kepatutan sebagai calon pemegang saham pengendali dan ultimate shareholder Bank Nobu.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae menegaskan bahwa keputusan akhir merger berada di tangan masing-masing pihak dan regulator tidak bisa memaksakan. Dia menyampaikan bahwa selalu ada kemungkinan bagi para pihak untuk mengubah keputusan di tengah jalan.
“Ini bukan sesuatu yang bisa dipaksakan. Kalau kedua belah pihak pada akhirnya memutuskan untuk tidak melanjutkan, itu hak mereka. Kami tidak ingin ada situasi seperti ‘pernikahan’ yang dipaksakan tapi tidak membawa kebahagiaan,” ungkap Dian dalam pertemuan media yang digelar Selasa (3/6/2025).
Kendati demikian, dia menyebut OJK akan selalu mendorong suatu aksi korporasi apabila pada akhirnya akan turut mendukung upaya konsolidasi industri perbankan dan dapat melahirkan perbankan yang lebih sehat, efisien, dan lebih berdaya saing serta berkontribusi terhadap perekonomian nasional.
Dalam keterbukaan informasi kepada Bursa Efek Indonesia (BEI) sebelumnya, bank milik konglomerat Hary Tanoesoedibjo itu pernah dicecar mengenai pemberitaan proses merger yang hingga kini masih menggantung dan menjadi pertanyaan apakah aksi tersebut akan batal. Terkait pemberitaan tersebut, perseroan berkilah bahwa informasi yang beredar tersebut bukan berasal dari manajemen Bank MNC.
“Sehingga kami tidak mengetahui sumber dan kebenaran berita dimaksud,” demikian tertulis dalam dokumen yang ditandatangani Rita Montagna Siahaan selaku Presiden Direktur dan Hermawan selaku Direktur BBAP, Jumat (2/5/2025).
Lebih lanjut, manajemen Bank MNC mengaku tidak memiliki informasi perihal komunikasi maupun pembicaraan antara manajemen/pemegang saham pengendali perseroan dengan pihak Bank Nobu terkait rencana merger.