Bisnis.com, JAKARTA— Kehadiran pabrik baterai mobil listrik oleh BYD, melalui PT BYD Motor Indonesia diproyeksikan akan mempercepat transisi menuju era elektrifikasi. Seiring dengan itu, perusahaan asuransi kendaraan juga dituntut untuk beradaptasi dengan tren baru ini dan menghadirkan proteksi yang relevan untuk pemilik kendaraan listrik.
PT Asuransi Raksa Pratikara sebagai salah satu pemain di industri asuransi kendaraan menyadari pentingnya inovasi dalam menghadapi perubahan ini.
Direktur Utama PT Asuransi Raksa Pratikara Edy menyebut pihaknya menyiapkan langkah perusahaan dalam menyikapi maraknya mobil listrik, khususnya BYD, di pasar Indonesia. Menurut Edy, meskipun teknologi mobil listrik berbeda dari kendaraan konvensional, perlindungan asuransi yang ditawarkan sejauh ini tidak memiliki perbedaan yang signifikan.
“Saat ini kami masih menggunakan polis asuransi PSAKBI. Sebenarnya proteksinya dibutuhkan tidak berbeda jauh dengan mesin konvensional karena seperti mesin yang bisa mendapatkan ganti rugi selama ada risiko yang dijamin di polis seperti benturan, terbalik, tertimpa, dsbnya, penggantian baterai juga harus memenuhi syarat sebagaimana dijamin di polis asuransi,” kata Edy kepada Bisnis, pada Senin (6/1/2025).
Hal ini menunjukkan bahwa kendaraan listrik tetap mendapat perlindungan terhadap risiko-risiko umum yang dihadapi oleh kendaraan konvensional, selama sesuai dengan ketentuan polis. Dalam hal premi asuransi untuk mobil listrik, Edy mengungkapkan bahwa perusahaan masih mengacu pada struktur tarif yang diterbitkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Hingga saat ini, belum ada kebijakan tarif khusus untuk kendaraan listrik, meskipun risiko mobil listrik dinilai lebih tinggi dibandingkan kendaraan konvensional.
“Kami masih mengacu pada struktur tarif asuransi kendaraan bermotor yang diterbitkan oleh OJK. Semua asuransi sedang menunggu adanya tarif khusus untuk kendaraan listrik karena memang risikonya cenderung lebih tinggi daripada kendaraan bermotor konvensional terutama saat terjadi kecelakaan yang cukup parah, mobil listrik lebih mudah CTL karena harga komponen kendaraannya lebih mahal,” tambahnya.
Baca Juga
Risiko mobil listrik yang lebih tinggi, terutama terkait dengan biaya penggantian baterai dan komponen teknologi yang mahal, menjadi tantangan tersendiri bagi perusahaan asuransi. Mengenai penanganan klaim besar seperti kerusakan baterai, Edy menyampaikan bahwa hingga saat ini pihaknya belum pernah menangani klaim terkait kerusakan baterai secara langsung.
Hal ini disebabkan karena setiap kali terjadi kecelakaan parah yang berdampak pada baterai, kendaraan listrik tersebut umumnya langsung masuk dalam kategori Constructive Total Loss (CTL).
“Sejauh ini setiap kali ada kendaraan yang accident sampai terkena kerusakan baterai kebetulan sampai CTL jadi kami belum pernah menangani klaim terhadap kerusakan baterai,” ujarnya.
Namun meskipun industri otomotif nasional mulai bergerak ke arah elektrifikasi, Edy mengakui bahwa kontribusi kendaraan listrik terhadap total portofolio perusahaan masih sangat kecil.
“Porsinya masih sangat kecil jadi dibandingkan total portofolio tidak signifikan untuk kami pisahkan,” katanya.