Bisnis.com, JAKARTA – Ekonom menilai ketentuan modal minimum Rp14 triliun bagi lembaga jasa keuangan (LJK) yang menjalankan kegiatan usaha bullion terlampau besar bagi perusahaan modal ventura.
Nailul Huda, Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios), menyoroti ketentuan ekuitas minimum perusahaan modal ventura, baik venture capital corporation (VCC) maupun venture debt corporation (VDC), yang hanya berkisar miliaran rupiah.
"Syarat itu tentu sulit terwujud mengingat syarat minimum untuk modal ventura saja Rp50 miliar untuk VCC. Kemudian, untuk VDC hanya Rp25 miliar. Sedangkan skema yang cocok untuk kegiatan usaha bullion adalah VDC atau venture capital yang fokus ke pembiayaan," kata Huda kepada Bisnis, Selasa (11/2/2025).
Sesuai ketentuan di POJK No. 17/2024, sebenarnya modal ventura bisa mendapatkan izin kegiatan bullion cukup hanya dengan pemenuhan ekuitas minimal Rp50 miliar atau Rp25 miliar. Namun, usaha bullion-nya hanya boleh sebatas penitipan emas, yang merupakan satu dari lima jenis usaha yang bisa dilakukan LJK berizin usaha bullion.
Jika modal ventura tertarik menjalankan usaha pembiayaan emas, maka mereka harus memiliki modal minimal Rp14 triliun.
"Mereka bisa melakukan pembiayaan emas kepada nasabah. Sekarang mereka ingin masuk ke ekosistem bullion bank dengan ekuitas minimal Rp14 triliun. Cukup berat nampaknya," ujar Huda.
Baca Juga
Selain faktor modal, Huda juga menyoroti model bisnis modal ventura dalam menyelenggarakan usaha bullion. Untuk perusahaan rintisan yang dibiayai oleh venture capital, lanjutnya, apakah memang menyediakan emas untuk pembiayaan? Ia merasa hal itu cukup jarang karena modal mereka sangat terbatas.
"Sulit mencari perusahaan rintisan yang ingin mendapatkan pembiayaan dengan agunan emas. Kecuali venture capital VDC mau memperluas pangsa pasar mereka," urainya.
Huda melanjutkan bahwa prospek emas di Indonesia ke depan sangat menjanjikan. Sebagai simpanan atau investasi, emas masih dianggap sebagai safe haven karena harganya cenderung stabil dan tinggi dibandingkan instrumen investasi lainnya.
"Untuk dijadikan agunan pun masih memiliki nilai yang cukup tinggi. Sedangkan dari sisi sumber daya, potensi emas di Indonesia masih cukup besar," pungkasnya.
Saat ini, OJK mengajak LJK nonbank, khususnya perusahaan pembiayaan dan modal ventura, untuk masuk ke ekosistem usaha bullion. Kepala Departemen Pengaturan dan Pengembangan Lembaga Pembiayaan OJK, Ahmad Nasrullah, menjelaskan bahwa penyelenggara kegiatan usaha bullion adalah lembaga jasa keuangan yang diawasi OJK dan memiliki core business di pembiayaan.
"Kalau perusahaan asuransi tidak bisa, kalau bank, perusahaan pembiayaan, atau perusahaan pergadaian, modal ventura juga mungkin. Kalau asosiasi tertarik, bisa," kata Ahmad.