Bisnis.com, JAKARTA - Tarif premi asuransi kesehatan diprediksi melanjutkan kenaikan pada tahun ini. Sepanjang tahun lalu, perusahaan asuransi dilaporkan telah menaikkan tarif premi seiring dengan tingkat inflasi medis yang menyentuh 10,1%.
Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) Cipto Hartono mengatakan tren penyesuaian premi kemungkinan masih akan berlanjut pada tahun ini dengan inflasi medis yang tinggi sebagai faktor utama.
"Penyesuaian ini penting untuk menjaga keberlanjutan operasional dan kemampuan pembayaran klaim di tengah peningkatan biaya layanan kesehatan," kata Cipto kepada Bisnis, Jumat (18/4/2025).
Cipto juga menyebutkan sebagian besar perusahaan asuransi umum anggota AAUI telah melakukan penyesuaian premi asuransi kesehatan tahun lalu. Rata-rata kenaikan premi tersebut bervariasi, tergantung pada portofolio dan pengalaman klaim masing-masing perusahaan.
Penyesuaian premi tersebut dilakukan dengan memperhatikan beberapa faktor utama, antara lain tren inflasi medis nasional, pengalaman klaim atau loss ratio pada periode sebelumnya, peningkatan biaya rumah sakit dan obat-obatan, utilisasi manfaat oleh pemegang polis, perubahan cakupan manfaat baik manfaat rawat inap, rawat jalan dan rider tambahan.
Dalam melakukan penyesuaian tarif premi kesehatan, Cipto mengatakan bahwa AAUI mendorong anggotanya untuk melakukan peninjauan tarif secara periodik berbasis aktuaria dan pemantauan data klaim riil.
Baca Juga
Sementara itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat beberapa perusahaan asuransi melalukan penyesuaian harga premi asuransi kesehatan di tengah inflasi medis.
Deputi Komisioner Bidang Pengawasan Perasuransian, Penjaminan dan Dana Pensiun OJK Iwan Pasila mengatakan kenaikan biaya kesehatan dipengaruhi oleh inflasi medis yang tinggi, bahkan jauh lebih tinggi daripada inflasi umum. Kondisi tersebut terjadi di semua negara, tidak hanya Indonesia.
"Dari berbagai data yang ada, overutilisasi di layanan medis dan layanan obat menjadi faktor signifikan peningkatan inflasi medis. Di samping itu, risiko laten seperti pola hidup yang kurang sehat, populasi yang makin tua dan dampak dari Covid-19 menambah tinggi beban biaya kesehatan dalam jangka panjang, sehingga upaya pengendalian biaya medis harus menyasar pada faktor-faktor ini," kata Iwan kepada Bisnis, Kamis (17/4/2025).
Untuk itu, Iwan mengatakan OJK terus mendorong upaya efisiensi kesehatan melalui penataan ekosistem asuransi kesehatan komersial. Hal ini ditempuh dengan peningkatan kapabilitas digital perusahaan asuransi yang memungkinkan akses dan pertukaran data secara digital dengan rumah sakit.
Selain itu, OJK juga mendorong perusahaan asuransi dapat meningkatkan kapabilitas medis untuk mengelola data yang ada dan memberi masukan berkala kepada rumah sakit melalui proses utilization review.
Perusahaan asuransi juga diminta membuat Medical Advisory Board (MAB) yang akan memberikan masukan ahli tentang pola layanan medis dan layanan obat yang diberikan oleh fasilitas kesehatan.
Sebagai upaya kolaborasi dalam ekosistem proteksi kesehatan, OJK juga mendorong penataan produk asuransi kesehatan dengan menggalakkan penggunaan fitur co-payment untuk rawat jalan dan rawat inap di rumah sakit.
Selain itu, penyediaan fitur yang memungkinkan adanya koordinasi antarpenyelenggara jaminan lainnya juga didorong, seperti BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan, Jasa Raharja, ASABRI dan TASPEN.
"Semua upaya ini dimaksudkan agar tumbuh perilaku pemberian layanan medis berbasis clinical pathways yang baik dan pemberian layanan obat dan alat kesehatan berbasis medical efficacy yang memadai sehingga upaya efisiensi dapat tercipta secara berkesinambungan," katanya.