Bisnis.com, JAKARTA — Industri asuransi umum dan reasuransi Indonesia menghadapi tekanan akibat kontraksi pendapatan premi pada awal 2025. Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pendapatan premi asuransi umum dan reasuransi pada Januari—Februari 2025 mengalami penurunan 7,17% secara tahunan (year on year/YoY), menjadi Rp27,91 triliun.
Penurunan ini menjadi faktor utama terkoreksinya total premi industri asuransi komersial yang tercatat sebesar Rp60,27 triliun atau turun 0,94% (YoY).
Menanggapi kondisi tersebut, Direktur Utama PT Reasuransi Maipark Indonesia, Kocu Andre Hutagalung, menekankan pentingnya sikap waspada dan strategis, terutama bagi sektor asuransi umum yang sangat bergantung pada pasar komersial.
“Penurunan pertumbuhan apalagi kalau sampai kontraksi harus disikapi serius dan hati-hati. Apalagi untuk sektor asuransi umum Indonesia yang didominasi oleh permintaan polis yang dilakukan secara komersial,” kata Kocu kepada Bisnis pada Selasa (22/4/2025).
Menurutnya, berbeda dengan pasar asuransi wajib yang cenderung stabil, pasar komersial sangat sensitif terhadap kondisi ekonomi makro. Meski begitu, Kocu mengatakan pihaknya tetap mencatatkan kinerja positif.
“Untuk Maipark kami bersyukur masih mencatatkan pertumbuhan lebih dari 15%,” katanya.
Baca Juga
Kocu mengungkapkan pihaknya menyadari bahwa tantangan yang ada, akan tetapi Maipark memilih fokus pada usaha-usaha menemukan values yang mana akan membantu perusahaan ceding untuk bertahan dan tetap tumbuh dalam kondisi yang sulit ini.
Kocu juga menyoroti pentingnya peran asuransi gempa bumi dalam model bisnis perusahaan asuransi. Dia menilai premi jenis ini berpotensi menguntungkan karena dihitung berdasarkan risiko aktual dan kebutuhan yang tinggi di Indonesia, mengingat tingginya kerentanan terhadap gempa.
“Kami ingin agar Maipark menjadi bagian penting dalam model bisnis setiap perusahaan. Premi Asuransi Gempa Bumi adalah premi yang berpotensi menghasilkan keuntungan karena dihitung dengan baik dan memang kerentanan negara kita terhadap gempa tinggi. Segmen ini sebenarnya dapat menjadi ceruk bisnis yang hampir ideal karena ditopang oleh dua hal di atas,” paparnya.
Di sisi lain, Deputi Komisioner Bidang Pengawasan Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK Iwan Pasila, menjelaskan bahwa pelemahan premi terutama dipengaruhi oleh melemahnya portofolio lini usaha tertentu, khususnya asuransi harta benda.
“Pendapatan premi yang terkontraksi untuk portofolio harta benda menjadi faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan premi asuransi umum,” kata Iwan.
Dia menambahkan, pihaknya tengah berkoordinasi dengan Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) untuk mendalami permasalahan tersebut.
“Kami mendorong disiplin dalam mengelola pendapatan premi agar sesuai dengan profil risiko yang ditutup, disiplin dalam mengelola kewajiban agar sesuai dengan ekspektasi timbulnya klaim di masa yang akan datang, dan disiplin dalam mengelola kegiatan investasi,” ungkap Iwan.
Meski industri tengah mengalami tekanan dari sisi premi, permodalan sektor asuransi komersial tetap solid. OJK mencatat risk based capital (RBC) industri asuransi umum dan reasuransi mencapai 317,88%, jauh di atas batas minimum 120%.
Total aset industri asuransi juga tumbuh 1,03% (YoY) menjadi Rp1.141,71 triliun, dengan kontribusi dari asuransi komersial sebesar Rp920,25 triliun.