Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pembiayaan Produktif Pinjol: Menakar Strategi OJK dan Tantangannya

Penyaluran pembiayaan industri pinjaman online (fintech P2P lending) berada pada level 36,53%.
Warga mencari informasi tentang pinjaman oniline di Jakarta, Rabu (10/1/2024). Bisnis/Fanny Kusumawardhani
Warga mencari informasi tentang pinjaman oniline di Jakarta, Rabu (10/1/2024). Bisnis/Fanny Kusumawardhani

Bisnis.com, JAKARTA – Penyaluran kredit industri pinjaman online (pinjol) atau financial technology peer to peer (fintech P2P) lending terus didorong untuk sektor produktif. Targetnya adalah pangsa pembiayaan produktif P2P lending mencapai 50–70% pada 2028 nanti.

Sebagai panduan industri mengejar target itu, Otoritas Jasa Keuangan pada 2023 telah meluncurkan Roadmap Pengembangan dan Penguatan Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI) 2023–2028.

Periode yang dicakup dalam roadmap tersebut terbagi menjadi tiga fase, yaitu Fase I (2023–2024) yang berfokus pada penguatan fondasi, Fase II (2025–2026) yang bertujuan menciptakan konsolidasi dan momentum, serta Fase III (2027–2028) yang mengarah pada penyesuaian dan pertumbuhan. Pada masing-masing fase terdapat target berupa pangsa pembiayaan sektor produktif dan UMKM, yakni pada Fase I sebesar 30–40%, Fase II sebesar 40–50%, dan Fase III sebesar 50–70%.

Adapun realisasinya sampai dengan Februari 2025, outstanding pendanaan pinjaman P2P lending pada sektor produktif alias usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) mencapai Rp29,25 triliun atau sebesar 36,53% dari total outstanding pendanaan industri. Pangsa tersebut meningkat tipis dibandingkan posisinya per Januari 2025 sebesar 35,64%.

Meskipun realisasinya masih dalam rentang target yang direncanakan, pangsa pinjaman produktif industri P2P lending seakan berjalan di tempat. Melihat tren data OJK yang dimuat dalam dokumen peta jalan, pangsa pembiayaan produktif industri P2P lending per Agustus 2023 sebesar 36,52%. Itu artinya, dari Agustus 2023 sampai dengan Februari 2025 pangsa pinjaman produktif industri P2P lending hanya tumbuh 0,01%.

Agusman, Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK (PVML), mengatakan industri P2P lending terus didorong memperbesar porsi pinjamannya ke sektor produktif sesuai target dalam peta jalan yang telah diluncurkan OJK.

"Penyelenggara Pindar terus didorong untuk meningkatkan pendanaan pada sektor produktif dan/atau UMKM sebagaimana yang tertuang dalam Roadmap Pengembangan dan Penguatan LPBBTI periode 2023–2028," kata Agusman.

Sayangnya, melakukan pembiayaan ke sektor produktif bukan perkara mudah, khususnya bagi perusahaan penyelenggara P2P lending yang punya basis pasar pinjaman konsumtif. Saat ini terdapat 97 perusahaan P2P lending yang terdaftar dan berizin OJK. Dari jumlah tersebut, sebanyak 48 perusahaan P2P lending fokus pada pembiayaan multiguna atau pembiayaan konsumtif.

Jonathan Kriss, Brand Manager PT Pembiayaan Digital Indonesia (AdaKami)  mengatakan sudah ada sosialisasi dari OJK agar perusahaan P2P lending yang memiliki izin sebagai penyalur pinjaman konsumtif dapat berpartisipasi melakukan penyaluran pinjaman produktif. Hal tersebut dapat dilakukan tanpa perlu mengubah izin perusahaan yang sebelumnya terdaftar sebagai perusahaan P2P lending penyalur pembiayaan konsumtif.

Sebagai perusahaan P2P lending yang fokus pada pembiayaan konsumtif, Jonathan mengatakan untuk melakukan peralihan ke sektor pembiayaan produktif tidak mudah karena karakteristik pasarnya berbeda.

"Kita semua mengerti bahwa nature bisnis sangat beda antara konsumtif dan produktif. Dari sisi operasional ini dua-duanya berbeda. Kami terbiasa kalau melakukan proses know your customer (KYC) dalam proses paling lama 5 menit, keluar data, tidak ada isu. Tapi kalau kita produktif tidak bisa sepertinya kalau 5 menit karena variabelnya banyak yang harus dicek," kata Jonathan.

Sampai dengan kuartal I/2025, AdaKami menyalurkan pembiayaan sebesar Rp3,94 triliun dengan jumlah pengguna aktif sebanyak 955.400 peminjam. Semua portofolio tersebut masuk dalam segmen pinjaman konsumtif.

Setali tiga uang, Ketua Umum Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Entjik S. Djafar menilai perusahaan yang selama ini fokus pada pembiayaan konsumtif ketika didorong untuk melakukan pembiayaan produktif justru akan berpotensi menimbulkan kredit macet meningkat.

Entjik menjelaskan credit risk ataupun risk acceptance criteria multiguna dan produktif sangat jauh berbeda, sehingga platform pinjaman daring yang selama ini hanya memiliki risk control maupun credit scoring multiguna harus mengubah ataupun menambah learning machine mereka.

Sampai dengan Januari 2025, tercatat outstanding kredit bermasalah industri P2P lending mencapai Rp1,97 triliun, tumbuh 2,5% year on year (YoY) dibanding periode yang sama pada 2024. Bila dibedah, kredit macet untuk peminjam badan usaha tumbuh 10,6% YoY menjadi Rp500,82 miliar.

"Untuk melakukan hal itu tidak gampang dan sangat membutuhkan waktu untuk belajar menyesuaikan market dan risk," kata Entjik.

Selain butuh waktu lama dan berisiko kredit macet meningkat, Entjik mengatakan beban operasional perusahaan P2P lending juga berpotensi meningkat karena harus menyesuaikan mekanisme pembiayaan sektor produktif yang lebih kompleks dibanding pembiayaan konsumtif.

Halaman
  1. 1
  2. 2
 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper