Bisnis.com, JAKARTA – Langkah perbankan untuk meningkatkan profitabilitas, yang salah satunya tecermin dari margin bunga bersih (net interest margin/NIM), masih dibayangi oleh tingginya biaya dana.
Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat bahwa NIM perbankan turun menjadi 4,45% per April 2025, lebih rendah dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae menjelaskan bahwa tren penyempitan NIM yang terjadi dalam beberapa waktu terakhir mencerminkan kompetisi penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) yang terbilang ketat.
“Termasuk atas instrumen lainya seperti SRBI [Sekuritas Rupiah BI] dan SBN [surat berharga negara] serta penyesuaian suku bunga antara DPK dan kredit dengan struktur yang diharapkan menjadi proporsional,” katanya dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Komisioner (RDK) OJK bulanan, Senin (2/6/2025).
Menurutnya, pergerakan NIM bank tak melulu bergantung pada tingkat suku bunga acuan Bank Indonesia (BI Rate), melainkan juga terkait efisiensi biaya dana (cost of fund) serta struktur kredit dan profil risiko masing-masing.
Dengan penurunan BI Rate ke level 5,50% pada bulan lalu, Dian memandang terdapat ruang bagi perbankan untuk menurunkan biaya dana. Harapannya, hal ini diikuti oleh terjadinya perbaikan margin.
Namun demikian, dirinya menggarisbawahi bahwa hal ini tetap bergantung pada seberapa cepat dan seimbang perbankan dapat menyesuaikan suku bunga simpanan dan kreditnya.
PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. (BBTN) menargetkan NIM perseroan dapat terjaga di rentang 3,7% hingga 3,8% pada akhir tahun ini. Per Maret 2025, NIM bank spesialis perumahan ini tercatat pada level 3,61%, membaik dibandingkan pada Maret 2024 yang sebesar 3,26%.
Direksi Bank Tabungan Negara (BBTN) atau BTN memapaskan filosofi di balik logo baru perusahaan./Bisnis - Arlina Laras.
Direktur Utama BTN Nixon LP Napitupulu menjelaskan bahwa proyeksi tersebut tak terlepas dari keputusan BI dalam menurunkan suku bunga acuan. Dia pun berharap agar bank sentral dapat kembali menurunkan BI Rate pada tahun ini agar perseroan mampu mencapai target yang ditetapkan dalam rencana bisnis bank (RBB) terbaru.
“Suku bunga [BI] kita harapkan turun sekali lagi. Itu asumsi suku bunga [kredit dan simpanan]-nya juga kita ubah,” katanya saat ditemui di Menara 1 BTN, Jakarta Pusat, Kamis (5/6/2025).
Dia menjelaskan, penyesuaian rencana bisnis dilakukan BTN mengingat keputusan pemerintah yang menaikkan kuota rumah subsidi dengan skema Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP), dari 220.000 unit menjadi 350.000 unit.
Dengan demikian, Nixon menargetkan penyaluran kredit BTN dapat bertumbuh pada kisaran 8% hingga 10% hingga akhir tahun nanti. Hingga kuartal I/2025, kredit BTN meningkat 5,5% secara tahunan (year-on-year/YoY) menjadi Rp363,11 triliun.
Dari kelompok bank swasta, PT Bank CIMB Niaga Tbk. (BNGA) mengamini adanya tekanan margin yang dialami perseroan dalam beberapa waktu ke belakang.
Presiden Direktur CIMB Niaga Lani Darmawan menjelaskan bahwa biaya dana yang tinggi membuat bank tidak dapat menyesuaikan bunga kredit. Pasalnya, hal ini berkait kelindan dengan tingkat rasio kredit bermasalah alias non-performing loan (NPL).
“Margin NIM telah tertekan dalam dua tahun terakhir karena kenaikan cost of fund, sedangkan loan pricing tidak bisa mengikuti untuk menjaga kualitas aset NPL yang sehat,” katanya kepada Bisnis, Selasa (3/6/2025).
Menurut Lani, pihaknya telah mencoba mempertahankan margin agar tak semakin tergerus. Namun, NIM CIMB Niaga telah berada di level 3,99% pada kuartal pertama tahun ini, lebih rendah dibandingkan dengan kondisi ideal perseroan pada kisaran 5%. Itu sebabnya, dia memperkirakan bahwa NIM perseroan akan tetap berkisar di bawah 4% pada akhir tahun nanti.
Sementara itu, PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) memandang bahwa pergerakan NIM sangat dipengaruhi oleh permintaan kredit, tren suku bunga, dan kondisi likuiditas.
EVP Corporate Communication & Social Responsibility BCA Hera F. Haryn menyebut bahwa NIM BCA berada pada level 5,8% pada kuartal I/2025.
“Kinerja tersebut ditopang oleh perbaikan komposisi aset produktif seiring dengan meningkatnya volume kredit, serta cost of fund yang relatif terjaga berkat kekuatan BCA di layanan perbankan transaksi,” katanya.
Menurutnya, dalam melihat profitabilitas bank, NIM hanya merupakan salah satu komponen indikator yang belum memperhitungkan pendapatan non-bunga, biaya operasional, dan pencadangan kredit.
BCA disebutnya akan tetap menjaga fundamental bisnis secara pruden dengan mengandalkan efisiensi biaya dana dan pertumbuhan kredit berkualitas.
Di sisi lain, pengamat perbankan Arianto Muditomo memandang bahwa bahwa margin yang kian tergerus menandakan bahwa sektor perbankan tengah menghadapi tekanan profitabilitas signifikan.
Menurutnya, tekanan margin dan laba bank dalam jangka panjang dapat menurunkan kapasitas ekspansi kredit, sehingga berisiko menahan laju pertumbuhan ekonomi nasional.
“Namun, peluang pemulihan pada paruh kedua 2025 tetap terbuka jika bank berhasil menyesuaikan strategi pembiayaan, menekan efisiensi biaya dana, dan pemerintah memberikan stimulus atau insentif untuk menjaga permintaan domestik,” terangnya saat dihubungi.
Selain itu, Arianto menilai bahwa stabilitas makroekonomi dan arah kebijakan suku bunga juga akan sangat menentukan kecepatan pemulihan margin bank.
Agar gangguan terhadap ketahanan sistem perbankan dapat dihindari, dia berpendapat bahwa bank dapat menjalankan langkah antisipasi melalui manajemen risiko dan diversifikasi pendapatan non-bunga.