Bisnis.com, JAKARTA – PT Reasuransi Indonesia Utama (Persero) atau Indonesia Re meminta dukungan Komisi VI DPR RI agar perseroan mendapatan suntikan modal negara.
Direktur Utama Indonesia Re Benny Waworuntu mengatakan sejatinya pada 2024 Penyertaan Modal Negara (PMN) yang sudah diajukan Indonesia Re sudah mendapat persetujuan dari DPR, Kementerian Keuangan, dan Kementerian BUMN.
"Kalau dulu melalui PMN, kalau sekarang melalui Danantara. Pada 2024 sebetulnya kita disetujui DPR, Kementerian BUMN, dan Kementerian Keuangan. Namun, last minutes mengalami perubahan prioritas sehingga kita batal mendapat PMN ini dan kita akan ajukan lagi di tahun ini," kata Benny dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VI DPR RI, Selasa (1/7/2025).
Pada 2024, PMN yang sudah disetujui DPR dan pemerintah tersebut sebesar Rp1 triliun. Tahun ini, Indonesia Re mengajukan suntikan modal sebesar Rp2 triliun.
Dalam forum tersebut Benny menjelaskan urgensi penguatan modal perusahaan. Penguatan permodalan yang diajukan Indonesia Re tersebut menurutnya akan dapat memperkuat reasuransi mengelola retensi dalam negeri, sehingga industri perasuransian lokal tidak bergantung pada reasuransi asing yang menyebabkan defisit neraca pembayaran sektor asuransi makin besar.
Defisit tersebut dari 2022 sampai 2024 masing-masing sebesar Rp7,95 triliun, Rp10,2 triliun menjadi Rp12,1 triliun. Merujuk kondisi industri perasuransian sepanjang 2024, premi bruto asuransi mencapai Rp545 triliun, sementara premi bruto reasuransi lokal hanya mencapai Rp24,4 triliun. Atas kondisi ini, Benny menilai reasuransi domestik butuh backup permodalan yang lebih kuat.
Baca Juga
"Ini yang menjadi salah satu alasan kita juga untuk kita bisa meningkatkan permodalan perusahaan reasuransi dalam negeri. Supaya kita bisa menekan angka defisit ini, sekaligus membantu pemerintah menekan neraca defisit berjalan ini," tegasnya.
Penguatan modal reasuransi ini menurutnya juga sejalan dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 23 Tahun 2023. Beleid ini mengamanatkan ketentuan minimum ekuitas perusahaan reasuransi dan asuransi yang naik bertahap pada 2026 dan 2028.
Benny melanjutkan, komitmen negara memperkuat permodalan Indonesia Re juga turut berdampak pada rating perusahaan. Benny mengungkap, Indonesia Re pada 2019 mendapat rating AA, menjadi A+ pada 2023 dan turun menjadi A- pada 2024.
"Rating jadi masalah buat kita, karena perusahaan rating harus memberikan rating kepada perusahaan kita dan yang jadi salah satu fokus utama mereka adalah bagaimana komitmen pemegang saham untuk bisa merealisaiskan penguatan permodalan, sehingga ini yang nanti pada kesimpulan rapat nanti kita sampaikan adalah mohon dukungan untuk kita bisa dibantu penguatan permodalannya," tegasnya.
Saat ini pemegang saham utama Indonesia Re adalah Danantara. Berdasarkan ketentuan Pasal 1 Ayat 2 Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2025, seluruh saham Seri B Indonesia Re yang sebelumnya dimiliki oleh Pemerintah Indonesia c.q Kementerian BUMN telah dialihkan kepada PT Biro Klasifikasi Indonesia (Persero) atau BKI selaku holding operasional. Saat ini, BKI merupakan perusahaan holding operasional Danantara.
Dengan begitu, Kementerian BUMN saat ini memiliki saham ser A Dwiwarna yang mewakili 0,1% dari total kepemilikan saham Indonesia Re. Sementara, Danantara memiliki saham Seri B yang mewakili 99,99% dari total kepemilikan saham Indonesia Re.
Benny mengatakan modal sebesar Rp2 triliun yang diajukan tahun ini akan digunakan untuk meningkatkan solvabilitas perusahan serta meningkatkan rating perusahaan.
"Kenapa ini jadi penting, ini bagaimana kita bisa kelola [retensi] dan [meningkatkan rating. Rating kita mengalami penurunan walaupun sudah menunjukkan semua proses transformasi dalam empat tahun terakhir yang menunjukkan hasil. Rating agensi bahkan tidak bisa mempertahankan rating karena tidak bisa melihat realisasi dari komitmen pemegang saham untuk memperkuat permodalan, karena industri kita ini sifatnya capital intensive," pungkasnya.
Permintaan Indonesia Re untuk mendapat dukungan Komisi VI DPR RI ini dikabulkan. Kesimpulan rapat tersebut memutuskan bahwa Komisi VI DPR RI Mendukung Indonesia Re melakukan pengajuan penguatan permodalan sebesar Rp2 triliun pada 2025 untuk penguatan solvabilitas, dengan catatan bahwa dana tidak digunakan untuk belanja operasional atau ekspansi non-stratesis.
Selain itu, Komisi VI DPR RI juga meminta Indonesia Re menyertakan key performance indicator (KPI) yang jelas dan dapat diukur, serta memberikan pelaporan rutin kepada Komisi VI DPR RI.