Bisnis.com, JAKARTA - PT Bank CIMB Niaga Tbk. (BNGA) melaporkan kinerja sepanjang semester I/2025, termasuk lini unit usaha syariah (UUS) atau CIMB Niaga Syariah.
Sebagaimana diketahui, perseroan sedang dalam proses pemisahan dalam proses menjadi bank umum syariah. Pemisahan ini mengacu pada regulasi bahwa UUS dengan nilai aset mencapai 50% dari total nilai aset induk, atau memiliki aset minimal Rp50 triliun, wajib untuk melakukan pemisahan.
Pada 2024, total aset UUS CIMB Niaga telah mencapai Rp67,5 triliun, atau setara dengan 19,3% dari total aset induk. OJK sebelumnya telah menyampaikan jika BNGA telah menjalankan proses persiapan spin-off, mulai dari penyesuaian model bisnis, infrastruktur, dan berbagai kebutuhan operasional lainnya.
Dalam siaran pers pada Rabu (30/7/2025), manajemen CIMB Niaga menyampaikan CIMB Niaga Syariah mempertahankan posisinya sebagai UUS terbesar di Indonesia. Per 30 Juni 2025, total pembiayaan mencapai Rp59,6 triliun, atau tumbuh sebesar Rp1,5 triliun atau 2,5% YoY, terutama didorong dari pertumbuhan pada segmen Wholesale dan Commercial.
Adapun total himpunan dana pihak ketiga (DPK) sebesar Rp48,2 triliun. CIMB Niaga Syariah terus fokus memperkuat komposisi pendanaannya, terutama dengan mendorong pertumbuhan dana murah lewat kerja sama strategis berbasis syariah dan pendekatan yang lebih dekat dengan komunitas muslim.
Sementara, dari profitabilitas, CIMB Niaga Syariah membukukan laba bersih periode berjalan senilai Rp697,84 miliar pada semester I/2025. Sementara, laba pada periode yang sama tahun lalu senilai Rp1,01 triliun.
Kinerja laba tersebut dikontribusikan oleh pendapatan setelah distribusi bagi hasil senilai Rp936,42 miliar. Pendapatan komisi/provisi/fee dan administrasi tercatat senilai Rp220,95 miliar. Aset CIMB Niaga Syariah dilaporkan senilai Rp63,90 triliun per 30 Juni 2025.
Kinerja CIMB Niaga
Sementara itu, CIMB Niaga membukukan laba bersih sebesar Rp3,51 triliun sepanjang semester I/2025, tumbuh tipis 1,94% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp3,44 triliun.
Dari sisi pendapatan, bank mencatatkan pendapatan bunga bersih (net interest income/NII) sebesar Rp6,62 triliun, sedikit menurun 0,47% dari tahun sebelumnya yang sebesar Rp6,65 triliun.
Penurunan ini terjadi seiring beban bunga yang meningkat 11% menjadi Rp5,76 triliun dari sebelumnya Rp5,19 triliun, meskipun pendapatan bunga bruto tumbuh 4,55% menjadi Rp12,39 triliun dari Rp11,85 triliun.
Dari sisi intermediasi, CIMB Niaga menyalurkan kredit sebesar Rp231,84 triliun sepanjang paruh pertama 2025, naik 6,79% dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp217,08 triliun. Dari total tersebut, pembiayaan berkelanjutan yang disalurkan BNGA sebesar Rp57,6 triliun.
Adapun, rasio kredit bermasalah (non-performing loan/NPL) gross turun menjadi 1,88% secara konsolidasian, dari sebelumnya 2,15% pada semester I/2024.
Sementara itu, NPL net naik ke 0,80% dari 0,79%. Lalu terdapat penurunan rasio cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) terhadap aset keuangan menjadi 3,12%, dari sebelumnya 3,83%.
Sejalan dengan penyaluran kredit, cadangan kerugian penurunan nilai aset keuangan atas kredit dan pembiayaan syariah turun menjadi Rp10,05 triliun, atau menyusut 13,59% dari Rp11,63 triliun pada semester I/2024.
Dari sisi pendanaan, dana pihak ketiga (DPK) tumbuh 4,82% menjadi Rp261,89 triliun, dari sebelumnya Rp249,84 triliun. Dana murah (CASA) juga mengalami pertumbuhan signifikan sebesar 10,9% yoy menjadi Rp180,64 triliun dari Rp162,88 triliun.
Presiden Direktur CIMB Niaga Lani Darmawan mengatakan pada semester I/2025 perseroan mencatatkan kinerja yang baik, mencerminkan implementasi strategi yang dijalankan secara konsisten dan disiplin.
"Kami mencatat pertumbuhan kredit yang baik dan terukur sesuai dengan profil risiko dan kondisi pasar. Di saat yang sama, kami tetap menjaga kualitas aset yang stabil, tingkat permodalan dan likuiditas yang kuat, serta sumber pendapatan yang terdiversifikasi dengan baik, sehingga dapat memperkuat posisi kami di industri," ujarnya.
Ke depan, lanjut Lani, perseroan akan terus mengelola alokasi modal secara strategis untuk mendorong pertumbuhan berkelanjutan dan imbal hasil yang lebih optimal.