Bisnis.com, JAKARTA — PT Amartha Mikro Fintek resmi berkembang menjadi PT Amartha Financial Group setelah 15 tahun berkarir menjadi perusahaan penyelenggaraan fintech P2P lending.
Transformasi menjadi Amartha Financial didasarkan pada kemampuannya yang telah menyalurkan pembiayaan senilai Rp35 triliun kepada 3,3 juta mitra UMKM yang mayoritas dikelola oleh perempuan. Adapun, peresmian ini juga dibarengi dengan peluncuran dompet digital.
Founder & CEO Amartha Andi Taufan Garuda Putra mengemukakan bahwa dompet digital ini hadir untuk melayani ekonomi informal yang berbasis di akar rumput. Dia melihat inovasi ini belum banyak dilakukan perusahaan lain.
“Apalagi membantu mengkonversi transaksi-transaksi tunai yang ada di daerah-daerah gitu, lho. Nah itu yang menurut kami di Amartha kita bisa memberikan value added,” katanya seusai acara launching di Habitate, Jakarta, Selasa (26/8/2025).
Adapun, peluncuran dompet digital ini dapat diakses melalui aplikasi AmarthaFin. Layanan keuangan digital ini dirancang khusus untuk mendukung program pemerintah dalam meningkatkan inklusi keuangan.
Selain itu, layanan ini dirancang untuk membantu para customer atau borrower Amartha yang saat ini ada. Mereka, katanya, membutuhkan modal yang lebih besar untuk usahanya. Namun, untuk sampai ke sana membutuhkan catatan lengkap soal profil risiko usaha.
Baca Juga
“Nah, salah satu solusinya mereka lebih banyak melakukan transaksi cashless. Dengan transaksi cashless kita bisa memahami histori keuangannya seperti apa, dengan begitu kita bisa memberikan modal yang sesuai dengan kebutuhan bisnis mereka,” jelas dia.
Pasalnya, Taufan membeberkan bahwa hingga kini masih ada sekitar 40% dari mereka yang masih menggunakan tunai. Misalnya di wilayah Sulawesi Tenggara, Gorontalo, dan Sulawesi Tengah.
Pada kesempatan yang sama, Komisaris Utama Amartha Financial Rudiantara membeberkan bahwa ada proyeksi pendanaan untuk pengusaha UMKM sampai dengan 2026 itu mencapai Rp4.300 triliun.
“Tapi sampai dengan 2023 yang tersedia dari semua institusi keuangan konvensional Rp1.900 triliun. Jadi ada gap yang sangat besar, yang sekitar Rp2.400 triliun dari 2023 sampai 2026,” katanya.