Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Asuransi Marine Cargo Terancam Tarif Impor AS, Ini Strategi Asei

Asuransi Asei Indonesia menilai kebijakan tarif impor di Amerika Serikat (AS) bisa berdampak juga terhadap lini usaha asuransi marine cargo.
Kegiatan bongkar muat di Pelabuhan Peti Kemas Batu Ampar telah menggunakan crane./Istimewa
Kegiatan bongkar muat di Pelabuhan Peti Kemas Batu Ampar telah menggunakan crane./Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA – Perusahaan asuransi umum PT Asuransi Asei Indonesia menilai kebijakan tarif resiprokal yang dikenakan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump atas barang ekspor dari Indonesia bisa berdampak juga terhadap lini usaha asuransi marine cargo.

Direktur Utama Asuransi Asei Dody Achmad Sudiyar Dalimunthe mengatakan premi asuransi marine cargo yang diraih pada triwulan I/2025 mengalami peningkatan yang sangat signifikan secara tahunan. Ia mengatakan Asei mulai mengembangkan produk-produk asuransi ritel dan cross selling pada tertanggung yang ada saat ini.

"Pengenaan tarif impor oleh Amerika Serikat terhadap produk Indonesia berpotensi memberikan dampak signifikan, khususnya bagi polis asuransi yang menjamin ekspor ke AS," kata Dody kepada Bisnis, Kamis (10/4/2025).

Pertama, ia menjelaskan bahwa akan ada dampak penurunan volume ekspor ke AS karena peningkatan biaya logistik dan penurunan margin pelaku bisnis yang mulai selektif menentukan pertanggungan asuransi, sehingga langsung menurunkan jumlah polis baru marine cargo untuk rute ke AS.

"Kedua, menurunkan volume ekspor Indonesia ke AS, yang pada gilirannya memengaruhi permintaan terhadap asuransi marine cargo mengingat penurunan volume ekspor berimplikasi pada berkurangnya permintaan asuransi pengangkutan barang," jelasnya.

Ketiga, adanya dampak risiko idle underwriting capacity karena eksposur ke pasar utama menurun. Idle capacity dalam konteks bisnis adalah kapasitas produksi yang tidak dimanfaatkan atau digunakan secara optimal.

Sebagai informasi, Amerika Serikat adalah negara tujuan ekspor komoditas nonmigas dari Indonesia dengan pangsa pasar mencapai 11,22% atau US$2,46 miliar sepanjang 2024. Angka itu tumbuh 19,4% year on year (YoY).

"Keempat adalah peningkatan risiko konsentrasi ke negara tujuan ekspor selain AS. Dan kelima adalah perubahan profil risiko karena pengalihan ekspor ke negara-negara dengan risiko logistik lebih tinggi bisa meningkatkan beban klaim," tegas Dody.

Menghadapi potensi dampak merugikan tersebut, Dody menjelaskan bahwa untuk menghadapi situasi ini, perusahaan asuransi yang menjual produk marine cargo sebaiknya mengadopsi pendekatan berupa diversifikasi tujuan ekspor yang berfokus pada negara-negara Asia, Eropa, dan Timur Tengah.

Selain itu, perusahaan asuransi bisa memperluas cakupan ke pengiriman domestik antarpulau, meningkatkan layanan nilai tambah seperti risk assessment, survei barang, dan edukasi kepada tertanggung eksportir tentang risiko yang mungkin timbul. Proses underwriting yang hati-hati juga penting.

Selanjutnya, perlu dilakukan kolaborasi dengan pemerintah dan pelaku logistik untuk memahami pergeseran ekspor. Terakhir adalah pengembangan produk mikro atau usage-based marine cargo untuk pelaku UKM eksportir.

Berbicara soal potensi asuransi marine cargo di Indonesia, Dody menjelaskan bahwa sebenarnya pemanfaatan asuransi marine cargo dalam kegiatan ekspor di Indonesia cukup signifikan karena terintegrasi dengan ekspor, terutama ekspor formal yang wajib mencantumkan perlindungan dalam LC atau kontrak dagang.

"Namun, belum semua eksportir kecil menggunakan asuransi marine cargo secara konsisten," ujarnya.

Meski kebijakan tarif Trump akan berdampak pada kinerja ekspor Indonesia ke AS yang selanjutnya bisa memengaruhi asuransi marine cargo, Dody menjelaskan bahwa peningkatan kinerja ekspor tidak selalu linier dengan kinerja asuransi marine cargo. Hal itu karena beberapa faktor seperti risiko geopolitik dan perubahan regulasi turut memengaruhi.

Selain itu, ada juga ekspor yang tidak diasuransikan, terutama yang menggunakan ketentuan Free On Board (FOB), serta beberapa eksportir besar yang melakukan self-insurance.

Atas semua kondisi yang dijabarkan Dody tersebut, perusahaan asuransi mengharapkan dukungan dari pemerintah dan regulator agar mendorong pertumbuhan industri maritim melalui dukungan industri jasa keuangan dan penerapan tata kelola yang baik.

Menurutnya, langkah-langkah seperti penyempurnaan ekosistem transportasi logistik maritim dan kolaborasi dengan industri jasa keuangan untuk penambahan modal kerja diharapkan dapat membantu industri asuransi marine cargo menghadapi tantangan yang ada.

Lebih spesifik lagi, Dody berharap Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dapat mendorong digitalisasi underwriting dan klaim untuk marine cargo, regulasi tarif asuransi yang tepat agar perang harga tidak menurunkan kualitas layanan, serta fasilitasi sandbox untuk produk inovatif marine cargo seperti misalnya pay-per-shipment insurance.

"Pemerintah melalui Kementerian Keuangan, Kementerian Perdagangan, maupun Kementerian Perindustrian juga diharapkan dapat memberi insentif fiskal atau relaksasi biaya logistik bagi eksportir terdampak, menyediakan data ekspor granular untuk perusahaan asuransi dalam pemetaan risiko, serta mendorong edukasi dan literasi asuransi marine cargo, terutama untuk pelaku ekspor UKM," pungkasnya.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper