Bisnis.com, JAKARTA — Grup UOB konsisten mendukung pembiayaan keberlanjutan, hal ini tercermin dari pembiayaan berkelanjutan sebesar US$58 miliar hingga 31 Desember 2024.
Head Consumer Goods - Sector Solution Group UOB Ernest Tan mengungkapkan dalam hal pembiayaan berkelanjutan dari US$58 miliar, sebanyak US$7 miliar digunakan untuk pembiayaan perdagangan berkelanjutan, salah satu yang terbesar yakni sektor kelapa sawit.
"Jadi, itu [kelapa sawit] sebenarnya yang paling berkembang dalam hal portofolio pembiayaan perdagangan berkelanjutan kami. Dari US$7 miliar itu, saya rasa saya dapat dengan yakin mengatakan bahwa mayoritas berasal dari sektor minyak kelapa sawit," kata Ernest, Selasa (22/4/2025).
Terkait dengan pembiayaan untuk sektor kelapa sawit, Ernest menyampaikan dibandingkan dengan Malaysia, Indonesia memiliki peluang lebih baik. Adapun, melihat profil usia dalam kelapa sawit berarti menganalisis dan memahami distribusi usia dari tanaman kelapa sawit di suatu perkebunan atau area tertentu.
Aspek yang diperhatikan yakni pembagian usia tanaman, produktivitas, manajemen sumber daya, hingga analisis ekonomi. Hal ini menjadi perhitungan bank dalam penyaluran pembiayaan.
Dia menggambarkan profil usia tanaman kelapa sawit di Malaysia lebih tua dibandingkan dengan di Indonesia. Tanaman yang lebih tua cenderung memiliki produktivitas yang menurun, dan proses penanaman kembali (replanting) tidak secepat Indonesia.
Baca Juga
"Jadi yang pasti kami pikir peluang di Indonesia [sawit] lebih maju," tuturnya.
Lebih lanjut, melansir laporan pembiayaan berkelanjutan US$58 miliar tersebut, sebanyak 55% disalurkan untuk pinjaman hijau. Sementara 29% portofolio pembiayaan berkelanjutan digunakan untuk pinjaman terkait keberlanjutan atau sustainability-linked loans. Lebih lanjut, Grup UOB menyalurkan 12% dari US$58 miliar untuk pembiayaan perdagangan atau sustainability trade finance.
Kemudian 1% transition finance yaitu pendanaan yang mendukung transisi ekonomi menuju emisi rendah dan nol emisi, serta ketahanan iklim. Serta 3% social loans adalah jenis pembiayaan yang memberikan dampak sosial positif.
Dari sisi sektor, Grup UOB juga melaporkan dalam catatan pembiayaan hijaunya paling banyak untuk real estat dan perhotelan sebesar 61% dibandingkan sektor lain. Untuk sektor energi dan chemical, Grup UOB hanya menyalurkan 6% dari total nilai pembiayaan berkelanjutan.
Sebesar 4% disalurkan untuk barang konsumsi dan kesehatan atau consumer goods and healthcare, 6% teknologi, media, dan telekomunikasi, 5% untuk sektor industri, dan 7% untuk konstruksi dan infrastruktur.
Secara geografi, penyaluran pendanaan hijau masih dipegang oleh Singapura yakni 59% dan kedua ditempati oleh Cina sebesar 15%. Sementara ASEAN porsinya 10% dan 16% negara lainnya.
Pada kesempatan yang sama Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) mengungkap harga minyak sawit alias crude palm oil (CPO) terus mengalami kenaikan. Di sisi lain, tingkat produksi dan produktivitas relatif stagnan, bahkan cenderung turun.
Direktur Eksekutif Gapki Mukti Sardjono mengatakan harga minyak sawit yang selama ini di bawah harga soft oil, kini telah melambung tinggi. Mukti menyebut harga CPO terus bergerak naik dibandingkan minyak bunga matahari maupun rapeseed.
“Harga minyak sawit atau harga CPO itu sekarang sudah bergerak terus naik, dan sekarang sudah harganya melebihi daripada harga soft oil, dibandingkan dengan bunga matahari, dengan minyak kedelai, sekarang itu lebih tinggi,” kata Mukti.
Per 20 Februari 2025, harga minyak sawit mencapai US$1.270 per ton. Harganya lebih tinggi dibandingkan jenis minyak lain seperti minyak kedelai (soybean) yang mencatatkan US$1.102 per ton, minyak bunga matahari (sunflower) US$1.240 per ton, dan minyak rapeseed senilai US$1.149 per ton.
Seiring dengan melonjaknya harga CPO, Mukti menyebut hal ini berdampak pada harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit yang juga ikut terkerek.